Kawan-kawan Abu
Nawas
merencanakan akan
mengadakan
perjalanan wisata ke
hutan. Tetapi tanpa
keikutsertaan Abu
Nawas perjalanan
akan terasa
memenatkan dan
membosankan.
Sehingga mereka
beramai-ramai pergi
ke rumah Abu Nawas
untuk mengajaknya
ikut serta. Abu
Nawas tidak
keberatan. Mereka
berangkat dengan
mengendarai keledai
masing-masing
sambil
bercengkrama.
Tak terasa mereka
telah menempuh
hampir separo
perjalanan. Kini
mereka tiba di
pertigaan jalan yang
jauh dari perumahan
penduduk. Mereka
berhenti karena
mereka ragu-ragu.
Setahu mereka
kedua jalan itu
memang menuju ke
hutan tetapi hutan
yang mereka tuju
adalah hutan wisata.
Bukan hutan yang
dihuni binatang-
binatang buas yang
justru akan
membahayakan jiwa
mereka.
Abu Nawas hanya
bisa menyarankan
untuk tidak
meneruskan
perjalanan karena
bila salah pilih maka
mereka semua tak
akan pernah bisa
kembali. Bukankah
lebih bijaksana bila
kita meninggalkan
sesuatu yang
meragukan? Tetapi
salah seorang dari
mereka tiba-tiba
berkata, “Aku
mempunyai dua
orang sahabat yang
tinggal dekat
semak-semak
sebelah sana.
Mereka adalah
saudara kembar.
Tak ada seorang
pun yang bisa
membedakan
keduanya karena
rupa mereka begitu
mirip. Yang satu
selalu berkata jujur
sedangkan yang
lainnya selalu
berkata bohong. Dan
mereka adalah
orang-orang aneh
karena mereka
hanya mau
menjawab satu
pertanyaan saja.”
“Apakah engkau
mengenali salah satu
dari mereka yang
selalu berkata
benar?” tanya Abu
Nawas.
“Tidak.” jawab
kawan Abu Nawas
singkat.
“Baiklah kalau
begitu kita
beristirahat
sejenak.” usul Abu
Nawas.
Abu Nawas makan
daging dengan madu
bersama kawan-
kawannya.
Seusai makan
mereka berangkat
menuju ke rumah
yang dihuni dua
orang kembar
bersaudara. Setelah
pintu dibuka, maka
keluarlah salah
seorang dari dua
orang kembar
bersaudara itu.
“Maaf, aku sangat
sibuk hari ini.
Engkau hanya boleh
mengajukan satu
pertanyaan saja.
Tidak boleh lebih.”
katanya. Kemudian
Abu Nawas
menghampiri orang
itu dan berbisik.
Orang itu pun juga
menjawab dengan
cara berbisik pula
kepada Abu Nawas.
Abu Nawas
mengucapkan terima
kasih dan segera
mohon diri.
“Hutan yang kita
tuju melewati jalan
sebelah kanan.”
kata Abu Nawas
mantap kepada
kawan-kawannya.
“Bagaimana kau bisa
memutuskan harus
menempuh jalan
sebelah kanan?
Sedangkan kita tidak
tahu apakah orang
yang kita tanya itu
orang yang selalu
berkata benar atau
yang selalu berkata
bohong?” tanya
salah seorang dari
mereka.
“Karena orang yang
kutanya
menunjukkan jalan
yang sebelah kiri.”
kata Abu Nawas.
Karena masih belum
mengerti juga, maka
Abu Nawas
menjelaskan. “Tadi
aku bertanya: Apa
yang akan dikatakan
saudaramu bila aku
bertanya jalan yang
mana yang menuju
hutan yang indah?”
Bila jalan yang
benar itu sebelah
kanan dan bila
orang itu kebetulan
yang selalu berkata
benar maka ia akan
menjawab: Jalan
sebelah kiri, karena
ia tahu saudara
Kembarnya akan
mengatakan jalan
sebelah kiri sebab
saudara kembarnya
selalu berbohong.
Bila orang itu
kebetulan yang
selalu berkata
bohong, maka ia
akan menjawab:
jalan sebelah kiri,
karena ia tahu
saudara kembarnya
akan mengatakan
jalan sebelah kiri
sebab saudara
kembarnya selalu
berkata benar.