Tanpa pikir panjang
Abu Nawas
memutuskan untuk
menjual keledai
kesayangannya.
Keledai itu
merupakan
kendaraan Abu
Nawas satu-
satunya.
Sebenarnya ia tidak
tega untuk
menjualnya. Tetapi
keluarga Abu Nawas
amat membutuhkan
uang. Dan istrinya
setuju.
Keesokan harinya
Abu Nawas membawa
keledai ke pasar.
Abu Nawas tidak
tahu kalau ada
sekelompok pencuri
yang terdiri dari
empat orang telah
mengetahui keadaan
dan rencana Abu
Nawas. Mereka
sepakat akan
memperdaya Abu
Nawas. Rencana pun
mulai mereka susun.
Ketika Abu Nawas
beristirahat di
bawah pohon, salah
seorang mendekat
dan berkata,
“Apakah engkau
akan menjual
kambingmu?”
Tentu saja Abu
Nawas terperanjat
mendengar
pertanyaan yang
begitu tiba-tiba.
“Ini bukan kambing.”
kata Abu Nawas.
“Kalau bukan
kambing, lalu apa?”
tanya pencuri itu
selanjutnya.
“Keledai.” kata Abu
Nawas.
“Kalau engkau yakin
itu keledai, jual saja
ke pasar dan dan
tanyakan pada
mereka.” kata
komplotan pencuri
itu sambil berlalu.
Abu Nawas tidak
terpengaruh.
Kemudian ia
meneruskan
perjalanannya.
Ketika Abu Nawas
sedang menunggang
keledai, pencuri
kedua
menghampirinya dan
berkata.”Mengapa
kau menunggang
kambing.”
“Ini bukan kambing
tapi keledai.”
“Kalau itu keledai
aku tidak bertanya
seperti itu, dasar
orang aneh. Kambing
kok dikatakan
keledai.”
“Kalau ini kambing’
aku tidak akan
menungganginya.”
jawab Abu Nawas
tanpa ragu.
“Kalau engkau tidak
percaya, pergilah ke
pasar dan tanyakan
pada orang-orang di
sana.” kata pencuri
kedua sambil berlalu.
Abu Nawas belum
terpengaruh dan ia
tetap berjalan
menuju pasar.
Pencuri ketiga
datang menghampiri
Abu Nawas,”Hai Abu
Nawas akan kau
bawa ke mana
kambing itu?”
Kali ini Abu Nawas
tidak segera
menjawab.la mulai
ragu, sudah tiga
orang mengatakan
kalau hewan yang
dibawanya adalah
kambing.
Pencuri ketiga tidak
menyia-nyiakan
kesempatan. la
makin merecoki otak
Abu Nawas,
“Sudahlah, biarpun
kau bersikeras
hewan itu adalah
keledai nyatanya itu
adalah kambing,
kambing …….
kambiiiiiing !”
Abu Nawas berhenti
sejenak untuk
beristirahat di
bawah pohon.
Pencuri keempat
melaksanakan
strategi busuknya.
la duduk di samping
Abu Nawas dan
mengajak tokoh
cerdik ini untuk
berbincang-bincang.
“Ahaa, bagus sekali
kambingmu ini…!”
pencuri keempat
membuka
percakapan.
“Kau juga yakin ini
kambing?” tanya
Abu Nawas.
“Lho? ya jelas
sekali kalau hewan
ini adalah kambing.
Kalau boleh aku
ingin membelinya.”
“Berapa kau mau
membayarnya?”
“Tiga dirham!”
Abu Nawas setuju.
Setelah menerima
uang dari pencuri
keempat kemudian
Abu Nawas langsung
pulang. Setiba di
rumah Abu Nawas
dimarahi istrinya.
“Jadi keledai itu
hanya engkau jual
tiga dirham lantaran
mereka mengatakan
bahwa keledai itu
kambing?” Abu
Nawas tidak bisa
menjawab. la hanya
mendengarkan
ocehan istrinya
dengan setia sambil
menahan rasa
dongkol. Kini ia baru
menyadari kalau
sudah diperdayai
oleh komplotan
pencuri yang
menggoyahkan akal
sehatnya.
Abu Nawas
merencanakan
sesuatu. la pergi ke
hutan mencari
sebatang kayu
untuk dijadikan
sebuah tongkat
yang nantinya bisa
menghasilkan uang..
Rencana Abu Nawas
ternyata berjalan
lancar. Hampir semua
orang membicarakan
keajaiban tongkat
Abu Nawas. Berita ini
juga terdengar oleh
para pencuri yang
telah menipu Abu
Nawas. Mereka
langsung tertarik.
Bahkan mereka
melihat sendiri
ketika Abu Nawas
membeli barang atau
makan tanpa
membayar tetapi
hanya dengan
mengacungkan
tongkatnya. Mereka
berpikir
kalau tongkat itu
bisa dibeli maka
tentu mereka akan
kaya karena hanya
dengan
mengacungkan
tongkat itu mereka
akan mendapatkan
apa yang mereka
inginkan.
Akhirnya mereka
mendekati Abu
Nawas dan berkata,
“Apakah tongkatmu
akan dijual?”
“Tidak.” jawab Abu
Nawas dengan cuek.
“Tetapi kami
bersedia membeli
dengan harga yang
amat tinggi.” kata
mereka.
“Berapa?” kata Abu
Nawas pura-pura
merasa tertarik.
“Seratus dinar uang
emas.” kata mereka
tanpa ragu-ragu.
“Tetapi tongkat ini
adalah tongkat
wasiat satu-satunya
yang aku miliki.”
kata Abu Nawas
sambil tetap
berpura-pura tidak
ingin menjual
tongkatnya.
“Dengan uang
seratus dinar
engkau sudah bisa
hidup enak.” Kata
mereka makin
penasaran.
Abu Nawas diam
beberapa saat
sepertinya merasa
keberatan sekali.
“Baiklah kalau
begitu.” kata Abu
Nawas kemudian
sambil menyerahkan
tongkatnya.
Setelah menerima
seratus dinar uang
emas Abu Nawas
segera melesat
pulang. Para pencuri
itu segera mencari
warung terdekat
untuk membuktikan
keajaiban tongkat
yang baru mereka
beli. Seusai makan
mereka
mengacungkan
tongkat itu kepada
pemilik kedai. Tentu
saja pemilik kedai
marah. “Apa
maksudmu
mengacungkan
tongkat itu
padaku?”
“Bukankah Abu
Nawas juga
mengacungkan
tongkat ini dan
engkau
membebaskannya?”
tanya para pencuri
itu.
“Benar. Tetapi
engkau harus tahu
bahwa Abu Nawas
menitipkan sejumlah
uang kepadaku
sebelum makan di
sini!”
“Gila! Temyata kita
tidak mendapat
keuntungan sama
sekali menipu Abu
Nawas. Kita malah
rugi besar!” umpat
para pencuri dengan
rasa dongkol.