Penyihir Tua
Joseph Jacobs
pada jaman dahulu kala,
hiduplah dua orang anak
gadis yang tinggal
bersama ayah dan
ibunya. Ayah mereka
tidak mempunyai
pekerjaan, dan gadis-
gadis tersebut ingin
keluar dan mencari
pekerjaan agar dapat
menghidupi orangtua
mereka. Satu orang
gadis itu ingin bekerja
menjadi pelayan, dan
ibunya berkata bahwa
dia mungkin bisa
bekerja apabila dia
menemukan tempat
untuk bekerja di kota.
Akhirnya anak gadis
tersebut berjalan ke
kota untuk mulai
mencari tempat
pekerjaan, tetapi di
kota tersebut, tidak
ada yang ingin
mempekerjakan gadis
seperti dia. Gadis kecil
itu kemudian berjalan
lebih jauh sampai tiba di
pedesaan, dan dia
datang ke tempat
dimana disana
ditemukan banyak
sekali tungku
pemanggang dan roti.
Lalu roti tersebut
berkata, "Gadis kecil,
gadis kecil, bawalah
kami keluar. Kami telah
memanggang selama
tujuh tahun, dan tidak
ada orang yang pernah
membawa kami keluar."
Gadis tersebut lalu
membawa keluar roti
tersebut,
membaringkannya di
tanah dan segera
berjalan pergi kembali.
Kemudian dia bertemu
dengan seekor sapi, dan
sapi tersebut berkata,
"Gadis kecil, gadis kecil,
perahlah susuku,
perahlah susuku! Tujuh
tahun saya telah
menunggu dan tidak
ada orang yang pernah
datang untuk
memerahku." Gadis
tersebut kemudian
memerah susu sapi
tersebut ke ember yang
ada didekatnya. Karena
kehausan, dia meminum
sedikit susu tersebut
dan membiarkan
sisanya tetap di dalam
ember.
Kemudian gadis
tersebut berjalan lebih
jauh dan bertemu
dengan sebuah pohon
apel, yang penuh
dengan buah apel
sehingga dahan-
dahannya kelihatan
banyak yang patah, lalu
pohon apel tersebut
berkata, "Gadis kecil,
gadis kecil, tolong
guncangkan buahku,
dahan dan cabangku
sudah patah karena
terlalu berat." Lalu gadis
itu berkata, "Tentu saja
saya akan
membantumu, kamu
terlihat sangat kasihan."
Lalu dia
mengguncangkan dahan
pohon apel tersebut
sehingga buahnya lepas
dari dahan pohon dan
terjatuh ke tanah, lalu
membiarkan buah apel
tersebut tergeletak di
tanah.
Kemudian dia berjalan
dan berjalan lagi hingga
dia tiba di sebuah
rumah. Rumah tersebut
di huni oleh seorang
penyihir tua, dan
penyihir ini berkeinginan
untuk membawa gadis
tersebut ke rumahnya
untuk dijadikan pelayan.
Saat dia mendengar
bahwa gadis tersebut
memang meninggalkan
rumah untuk mencari
pekerjaan, dia berkata
akan mencobanya dan
memberikan upah yang
pantas. Penyihir tua
tersebut menyebutkan
pekerjaan yang harus
dilakukan. "Kamu harus
tetap memelihara agar
rumah ini bersih dan
rapih, menyapu lantai
dan perapian; tetapi ada
satu hal yang jangan
pernah kamu lakukan.
Kamu jangan pernah
melihat ke atas
cerobong asap rumah
ini, karena sesuatu yang
buruk akan menimpa
kamu nantinya."
Gadis tersebut berjanji
akan melakukan segala
apa yang diperintahkan,
tetapi pada suatu pagi
saat dia sedang
membersihkan, dan
wanita penyihir itu
keluar rumah, dia
menjadi lupa pada apa
yang dikatakan oleh
penyihir tua dan melihat
ke atas cerobong asap.
Saat itu sebuah
bungkusan yang
berisikan uang jatuh
kepangkuannya. Hal ini
terus berulang setiap
kali gadis tersebut
menengok ke atas
cerobong asap. Gadis
tersebut begitu
senangnya, dia
mengambil kantong-
kantong uang tersebut
dan segera pulang
kerumahnya.
Saat dia berjalan pulang
ke rumahnya, dia
mendengar kedatangan
penyihir tua yang
datang mengejarnya.
Gadis tersebut
kemudian berlari ke
pohon apel dan berkata:
"Pohon apel, pohon apel,
sembunyikan saya,
Sehingga penyihir tua
tidak menemukan saya;
Jika dia menemukan
saya, dia akan
memungut tulangku,
Dan menguburku di
bawah batu yang
dingin."
Pohon apel tersebut
kemudian
menyembunyikan si
gadis. Ketika penyihir
tua datang dan berkata:
"Pohon milikku, pohon
milikku,
Apakah kamu melihat
seorang gadis,
Dengan membawa
banyak bungkusan,
Yang mengambil semua
uang milikku?"
Kemudian pohon apel itu
berkata, "Tidak, ibunda,
saya tidak pernah
melihatnya selama
tujuh tahun."
Ketika penyihir tua itu
pergi dan berjalan ke
arah lain, gadis itu
melanjutkan
perjalannya dan tepat
saat dia bertemu
dengan sapi yang tadi
diperahnya, dia kembali
mendengar penyihir itu
datang mengejarnya
kembali, sehingga dia
lari ke sapi tersebut dan
berkata:
"Sapi, sapi,
sembunyikan saya,
Sehingga penyihir tua
tidak menemukan saya;
Jika dia menemukan
saya, dia akan
memungut tulangku,
Dan menguburku di
bawah batu yang
dingin."
Sapi tersebut kemudian
menyembunyikan sang
gadis.
Ketika penyihir tua itu
tiba, dia mencari-cari
dan bertanya kepada
sapi tersebut:
"Sapi milikku, sapi
milikku,
Apakah kamu melihat
seorang gadis,
Dengan membawa
banyak bungkusan,
Yang mengambil semua
uang milikku?"
Kemudian sapi itu
berkata, "Tidak, ibunda,
saya tidak pernah
melihatnya selama
tujuh tahun."
Ketika penyihir itu telah
pergi ke arah lain, gadis
kecil tersebut
melanjutkan
perjalannya, dan ketika
dia berada dekat
dimana dia bertemu
dengan tungku
panggangan, dia kembali
mendengar penyihir tua
itu datang
mengejarnya, sehingga
dia lari ke tungku
pangganan dan berkata:
"Tungku panggangan,
tungku panggangan,
sembunyikan saya,
Sehingga penyihir tua
tidak menemukan saya;
Jika dia menemukan
saya, dia akan
memungut tulangku,
Dan menguburku di
bawah batu yang
dingin."
Tungku panggangan
berkata, "Saya tidak
punya ruangan kosong,
tanyakan pada
pembuat roti," dan
kemudian pembuat roti
menyembunyikan gadis
kecil itu di belakang
tungku.
Ketika penyihir tua itu
tiba dan melihat
kesana-kemari, dia
bertanya kepada
pembuat roti:
"Pembuat roti milikku,
pembuat roti milikku,
Apakah kamu melihat
seorang gadis,
Dengan membawa
banyak bungkusan,
Yang mengambil semua
uang milikku?"
Pembuat roti itu
berkata, "Lihat di dalam
tungku" Penyihir itu
masuk untuk
melihatnya, dan tungku
panggangan itu berkata,
"Masuklah dan lihat ke
sudut yang paling
dalam." Penyihir tua itu
melakukannya, dan
ketika dia telah ada
dalam tungku, tungku
tersebut menutup
pintunya, hingga
penyihir itu tertahan
disana dalam waktu
yang lama.
Gadis itu kemudian
pulang ke rumahnya
dengan kantongan yang
penuh dengan uang,
akhirnya menikah
dengan orang yang
sangat kaya dan hidup
bahagia setelahnya.
Saudara dari gadis
tersebut berpikir bahwa
dia akan pergi dan
melakukan hal yang
sama dengan gadis
yang pertama tadi. Dia
kemudian melakukan
perjalanan yang sama.
Tetapi ketika dia
bertemu dengan tungku
panggangan, dan saat
roti berkata "Gadis kecil,
gadis kecil, bawalah
kami keluar. Kami telah
memanggang selama
tujuh tahun, dan tidak
ada orang yang pernah
membawa kami keluar."
Gadis tersebut lalu
berkata, "Tidak, saya
tidak ingin jari-jari saya
terbakar."
Kemudian dia berjalan
dan bertemu dengan
seekor sapi, dan sapi
tersebut berkata,
"Gadis kecil, gadis kecil,
perahlah susuku,
perahlah susuku! Tujuh
tahun saya telah
menunggu dan tidak
ada orang yang pernah
datang untuk
memerahku." Tetapi
gadis itu berkata,
"Tidak, saya tidak
sempat memerah
susumu, saya sedang
terburu-buru," dan pergi
secepatnya. Kemudian
gadis tersebut berjalan
lebih jauh dan bertemu
dengan sebuah pohon
apel yang meminta
bantuan agar gadis
tersebut membantu dia
mengguncangkan buah-
buahnya. "Saya tidak
bisa, mungkin di hari
lain." Lalu dia berjalan
sampai ke rumah
penyihir tua itu. Kejadian
yang sama dengan
gadis pertama dialami
oleh gadis tersebut, dia
juga melupakan apa
yang dikatakan oleh
penyihir tua dan saat
penyihir tua itu keluar
rumah, dia melihat ke
atas cerobong asap,
dan kantong-kantong
berisi uangpun
berjatuhan. Dia langsung
berpikir bahwa dia
dapat pergi dan lepas
dari rumah itu, dan
ketika dia mencapai
pohon apel, dia
mendengar penyihir
tersebut datang
mengejarnya, dia lalu
berkata kepada pohon
apel:
"Pohon apel, pohon apel,
sembunyikan saya,
Sehingga penyihir tua
tidak menemukan saya;
Jika dia menemukan
saya, dia akan
mematahkan tulangku,
Dan menguburku di
bawah batu yang
dingin."
Tetapi pohon apel
tersebut hanya diam
dan akhirnya gadis
tersebut melanjutkan
larinya. Ketika penyihir
tua datang dan berkata:
"Pohon milikku, pohon
milikku,
Apakah kamu melihat
seorang gadis,
Dengan membawa
banyak bungkusan,
Yang mengambil semua
uang milikku?"
Pohon apel tersebut
berkata, "Ya, ibunda, dia
pergi ke arah sana."
Akhirnya penyihir tua itu
menemukan dan
menangkap gadis
tersebut, mengambil
kembali uang yang telah
diambil, memukulnya
dan mengirimkannya
pulang ke orangtuanya.