Baginda Raja pulang ke
istana dan langsung
memerintahkan para
prajuritnya menangkap Abu
Nawas. Tetapi Abu Nawas
telah hilang entah kemana
karena ia tahu sedang
diburu para prajurit
kerajaan. Dan setelah ia tahu
para prajurit kerajaan sudah
meninggalkan rumahnya, Abu
Nawas baru berani pulang ke
rumah.
“Suamiku, para prajurit
kerajaan tadi pagi
mencarimu.”
“Ya istriku, ini urusan gawat.
Aku baru saja menjual Sultan
Harun Al Rasyid menjadi
budak.”
“Apa?”
“Raja kujadikan budak!”
“Kenapa kau lakukan itu
suamiku.”
“Supaya dia tahu di
negerinya ada praktek jual
beli budak. Dan jadi budak itu
sengsara.”
“Sebenarnya maksudmu
baik, tapi Baginda pasti
marah. Buktinya para prajurit
diperintahkan untuk
menangkapmu.”
“Menurutmu apa yang akan
dilakukan Sultan Harun Al
Rasyid kepadaku.”
“Pasti kau akan dihukum
berat.”
“Gawat, aku akan
mengerahkan ilmu yang
kusimpan,”
Abu Nawas masuk ke dalam,
ia mengambil air wudhu lalu
mendirikan shalat dua
rakaat. Lalu berpesan
kepada istrinya apa yang
harus dikatakan bila Baginda
datang.
Tidak berapa alama
kemudian tetangga Abu
Nawas geger, karena istri
Abu Nawas menjerit-jerit.
“Ada apa?” tanya tetangga
Abu Nawas sambil tergopoh-
gopoh.
“Huuuuuu …. suamiku mati….!”
“Hah! Abu Nawas mati?”
“lyaaaa….!”
Kini kabar kematian Abu
Nawas tersebar ke seluruh
pelosok negeri. Baginda
terkejut. Kemarahan dan
kegeraman beliau agak susut
mengingat Abu Nawas adalah
orang yang paling pintar
menyenangkan dan
menghibur Baginda Raja.
Baginda Raja beserta
beberapa pengawai beserta
seorang tabib (dokter)
istana, segera menuju rumah
Abu Nawas. Tabib segera
memeriksa Abu Nawas.
Sesaat kemudian ia memberi
laporan kepada Baginda
bahwa Abu Nawas memang
telah mati beberapa jam yang
lalu.
Setelah melihat sendiri tubuh
Abu Nawas terbujur kaku tak
berdaya, Baginda Raja
marasa terharu dan
meneteskan air mata. Beliau
bertanya kepada istri Abu
Nawas.
“Adakah pesan terakhir Abu
Nawas untukku?”
“Ada Paduka yang mulia.”
kata istri Abu Nawas sambil
menangis.
“Katakanlah.” kata Baginda
Raja.
“Suami hamba, Abu Nawas,
memohon sudilah kiranya
Baginda Raja mengampuni
semua kesalahannya dunia
akhirat di depan rakyat.”
kata istri Abu Nawas
terbata-bata.
“Baiklah kalau itu permintaan
Abu Nawas.” kata Baginda
Raja menyanggupi.
Jenazah Abu Nawas diusung
di atas keranda. Kemudian
Baginda Raja mengumpulkan
rakyatnya di tanah lapang.
Beliau berkata, “Wahai
rakyatku, dengarkanlah
bahwa hari ini aku, Sultan
Harun Al Rasyid telah
memaafkan segala kesalahan
Abu Nawas yang telah
diperbuat terhadap diriku
dari dunia hingga akhirat.
Dan kalianlah sebagai
saksinya.”
Tiba-tiba dari dalam keranda
yang terbungkus kain hijau
terdengar suara keras,
“Syukuuuuuuuur …… !”
Seketika pengusung jenazah
ketakukan, apalagi melihat
Abu Nawas bangkit berdiri
seperti mayat hidup. Seketika
rakyat yang berkumpul lari
tunggang langgang,
bertubrukan dan banyak
yang jatuh terkilir. Abu
Nawas sendiri segera
berjalan ke hadapan
Baginda. Pakaiannya yang
putih-putih bikin Baginda
keder
juga.
“Kau… kau…. sebenarnya
mayat hidup atau memang
kau hidup lagi?” tanya
Baginda dengan gemetar.
“Hamba masih hidup Tuanku.
Hamba mengucapkan terima
kasih yang tak terhingga
atas pengampunan Tuanku.”
“Jadi kau masih hidup?”
“Ya, Baginda. Segar bugar,
buktinya kini hamba merasa
lapar dan ingin segera
pulang.”
“Kurang ajar! Ilmu apa yang
kau pakai Abu Nawas?
“Ilmu dari mahaguru sufi
guru hamba yang sudah
meninggal dunia…”
“Ajarkan ilmu itu
kepadaku…”
“Tidak mungkin Baginda.
Hanya guru hamba yang
mampu melakukannya. Hamba
tidak bisa mengajarkannya
sendiri.”
“Dasar pelit !” Baginda
menggerutu kecewa.