Pada suatu hari
terbentanglah di langit
awan hitam yang
panjang, melintang di
tengah tengah langit.
Hampir semua mereka ke
luar rumah menoleh ke
arah awan yang agak
ganjil itu. Akhirnya
mereka berkata: "Itulah
awan panjang,
menandakan sebentar lagi
hujan akan turun untuk
menyiram tanam
tanaman kita, memberi
minum kepada binatang-
binatang ternak kita."
Tetapi Nabi Hud berkata
kepada mereka: "Itu bukan
awan rahmat, tetapi awan
yang membawa angin
kencang yang akan
menewaskan kamu
sekalian, angin yang
penuh dengan azab seksa
yang sepedih pedihnya."
Sejurus kemudian angin
dahsyat berhembuslah,
luar biasa hebatnya.
Binatang ternakan mereka
yang sedang berkeliaran
di padang pasir, kecil
besar turut terbang disapu
bersih oleh angin entah ke
mana perginya. Mulalah
mereka takut dan
berlompatan lari masuk ke
dalam rumah mereka
masing masing, yang
merupakan gedung dan
istana yang kuat kukuh
itu. Mereka tutup segala
pintu, untuk berlindung
diri. Mereka pergunakan
segala kekuatan tubuh
mereka yang kuat dan
besar itu untuk
mempertahankan pintu
dan rumah-rumah
mereka itu agar jangan
diterbangkan angin.
Tujuh malam dan delapan
hari lamanya angin
dahsyat itu bertiup
sehebat hebatnya.
Jangankan manusia dan
binatang-binatang serta
tumbuh tumbuhan, batu
yang besar yang
berupakan gunung itu
pun lenyap menjadi
angin, lebih lebih lagi
patung yang mereka
sembah selama ini.
Demikianlah jadinya
manusia kuat yang takbur
itu.
Firman Allah: "Tidaklah
Tuhan akan mencelakakan
satu negeri dengan satu
petaka, sedang
penduduknya berbuat
baik baik."
Heran, Nabi Hud dan
pengikutnya tetap di
rumah saja, dengan tidak
merasakan sedikit juga
akan bahaya angin ribut
yang begitu dahsyat
selama se minggu
berturut turut itu.
Akhirnya Nabi Hud pindah
tempat karena negeri itu
sudah menjadi padang
jarak padang tekukur. Dia
pindah ke Hadhramaut, di
mana beliau hidup sampai
wafatnya.