Polly po-cket
Arifin Martapura

Arifin Martapura

Penting ! file-file di sini sangat sensitif, jadi bersabarlah untuk mendownload file-file di sini.

Kisah Nabi Zakaria dan Yahya

April - September 2011
Nabi Zakaria sudah lanjut usianya, kepalanyanya sudah dipenuhi uban keseluruhannya dan tulangnya sudah tak berdaya lagi serta punggungnya pun sudah bongkok. Dia sudah tidak kuasa lagi untuk berjalan lebih jauh, selain ke tempat ibadatnya untuk beribadat dan memberikan pelajaran. Di tempat beribadat itulah dia setiap hari menunaikan kewajibannya. Setelah larut malam, dia pulang ke rumahnya mendapatkan isterinya, isteri yang tidak kurang pula tuanya dengan dia, seluruh rambutnya sudah putih, badannya pun sudah lemah. Dia sudah tidak kuat berjalan jauh, selain berulang alik ke kedai kecil, tempat dia berjualan kecil-kecilan untuk sekadar penutup hajat dan keperluan hidupnya sehari-hari. Kalau ada pendapatan yang berlebih, maka kelebihannya itu diberikan kepada orang-orang yang datang meminta, kepada orang-orang kekurangan yang perlu dibantu dan ditolongnya. Bila selesai berjualan, dia pulang ke rumah dan tidak lain yang dikerjakannya, kecuali beribadat, memuji dan mensyukuri nikmat Allah. Sudah sembilan puluh tahun konon usia Zakaria di kala itu, namun belum beroleh seorang anak pun. Sejak masih muda belia, kedua suami isteri itu ingin beroleh seorang anak. Makin bertambah tuanya, hasrat untuk beroleh anak itupun semakin hebat juga tumbuh di dalam jiwa kedua suami isteri itu. Inilah yang menyebabkan kedua orang suci ini sedih dan gundah selalu, apalagi menurut kebiasaan, orang yang sudah tua seperti mereka itu, tidak mungkin lagi beroleh anak. Hasrat mi timbul dan semakin kuat, bukan semata mata kerana ingin beroleh anak yang dapat mengurus hari tuanya, tetapi lebih lebih lagi ingin untuk melanjutkan pelajarannya yang sudah diberikannya selama hidupnya, apa lagi masih banyak di antara orang dan keluarganya sendiri yang tidak mahu tunduk dan terus menerus melakukan perbuatan perbuatan yang jahat dan sesat, tidak menghiraukan ajaran yang tertulis dalam al-Kitab. Hasratnya ini semakin bergejolak juga dalam jiwa di antara lapisan- lapisan jantung dan kalbunya. Untung kesabaran yang ada padanya, dapat juga mempertahankan dirinya untuk berlaku tenang. Tetapi bila hari sudah malam, seluruh alam sudah gelap gelita dan semua orang sudah tidur, di kala itulah hasrat itu tidak terkira hebatnya. Bunyi jengkerik dan binatang binatang kecil dalam kesepian malam yang gelap itu, sesungguh menyalakan hasratnya yang sudah bernyala itu, sehingga tidak tertahan lagi rasanya. Inilah nasib yang menimpa kedua orang tua itu, nasib yang tidak kurang pula hebatnya dengan nasib nasib para Nabi dan Rasul lainnya, nasib yang jauh lebih ngeri dan sengsara, dan menghadapi musuh di medan perang, sebagai nasibnya beberapa orang Nabi dan Rasul. Pada suatu hari, di kala Zakaria masuk ke mihrabnya, sebagai biasanya sesudah beribadat kepada Tuhannya, dia lalu masuk ke mihrab Mariam gadis yang masih kecil yang berada di samping mihrabnya sendiri. Didapatinya Mariam sedang tenggelam dalam pemikirannya, asyik dengan solatnya, sedang di hadapannya terdapat makanan yang berupakan buah buahan. Dia merasa hairan, dan manakah datangnya makanan itu, seorang manusia pun tidak diperbolehkan dan tidak dapat masuk ke situ, selain Zakaria dan Mariam sendiri. Lebih hairan lagi, kerana buah buahan itu adalah buah musim panas, sedang di kala itu waktunya musim dingin. Zakaria lalu bertanya kepada Mariam: Hai Mariam, dari manakah datangnya buah buahan itu? Jawab Mariam: Makanan ini dari Allah. Allah telah mengirimnya kepada saya tiap pagi dan tiap petang tanpa saya minta. Janganlah engkau terperanjat, bukankah Allah memberi rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki ? Dengan kejadian itu, Zakaria memperoleh kejadian baru. Fikirannya memikir sedalam dalamnya, tentang keluarbiasaan dan kemuliaan gadis kecil itu. Yakinlah dia bahawa dan gadis itulah akan memancar sinar yang lebih kemilau, cahaya yang lebih terang, untuk menerangi alam yang masih kabur. Hasrat untuk beroleh seorang anak lelaki semakin tambah bernyala nyala dalam hasrat hatinya, untuk menyambut cahaya itu, kerana dia sudah mendekati ajalnya. Dia khuatir, kalau kalau cahaya itu tidak diterima manusia yang lain, kerana manusia rata rata masih engkar dan menyanggah setiap sinar yang memancar. Zakaria lalu menengadahkan kedua belah tangannya, berdoa ke hadhrat Allah dengan segenap jiwa raganya: Ya, Allah! Janganlah aku Engkau biarkan seorang din, Engkau sebaik baik Zat yang memberi turunan. Ya Tuhanku, telah lemah tulan belulangku dan telah penuh uban di kepalaku dan bukanlah aku seorang sial dalam berdoa kepadaMu. Sesungguhnya aku khuatir akan keadaan keluarga yang akan kutinggalkan, sedang isteriku adalah mandul. Beri jualah kepadaku dan kurniaMu seorang yang akan menjadi penggantiku


Halaman: [ 1 ] [ 2 ] [ 3 ] [Menu]
SHARE KE:
Twitter Google+

Sekitar 152 hari lagi kita akan memperingati; Hari Raya Idul Adha - 1435 H ^_^

ATAU TEMUKAN ARIF DI:
Facebook Twitter Google+
© 2011-06-19 / 2024-05-06 / 1 / 1 / 3958
www.arifmtp.wapsite.me
Didukung: xtgem.com / syntax / template / graham