Di hari hari selain
hari Sabtu mereka hampir
seluruhnya pergi ke laut
menangkap ikan.
Dari hari ke sehari, tahun
ke tahun, makin banyak
juga ikan ikan besar
Lautan Merah yang
melancung pada tiap hari
Sabtu ke antara dua batu
besar itu. Hal ini akhirnya
menerbitkan selera
bangsa Bani Israel yang
tinggal di desa itu.
Nafsu tamak dan
keinginan untuk memakan
daging ikan yang besar-
besar itu, menyebabkan
mereka lupa kepada
ajaran agama mereka
sendiri. Mereka berkumpul
bermesyuarat, bertukar
fikiran. Mereka berkata:
Kenapa kita biarkan saja
ikan ikan besar sebanyak
itu berkeliaran di hadapan
kita di hari Sabtu ini.
Sedang di hari hari
lainnya, kita bermati
matian ke tengah laut
yang luas mencari ikan
dengan bersusah-payah,
kadang-kadang dengan
mengorbankan jiwa kita
sendiri. Alangkah baiknya
kalau di hari Sabtu itu, kita
tangkap semua ikan yang
lalu antara dua buah batu
itu, kita pasti akan
mendapatkan ikan
sebanyak banyaknya
dengan jalan yang amat
mudah.
Fikiran ini lekas diterima
oleh lain-lain orang di
kampung itu, kecuali
beberapa orang saja yang
tetap beriman dan tidak
sudi melanggar aturan
agama.
Begitulah setiap hari Sabtu
penduduk kampung itu
bersama sama
menangkap ikan di antara
dua buah batu besar itu
dengan mudah sekali.
Hasil mereka sehari itu
jauh lebih banyak dari
hasil mereka di hari hari
lainnya yang enam hari
itu. Alangkah senang hati
mereka mendapat akal
yang demikian itu.
Dengan akal ini, maka hari
Sabtu itu sudah mereka
robah, bukan untuk
menyembah Allah lagi,
tetapi mereka jadikan hari
melupakan Allah, hari
beriang gembira, makan
makan besar dengan ikan
ikan besar yang mereka
dapati di hari Sabtu yang
istimewa itu. Di hari Sabtu
itulah mereka makan
seenak enaknya dan
sebanyak banyaknya,
dengan daging ikan ikan
besar yang berbagai-bagai
pula macam ragamnya.
Setelah pekerjaan mereka
itu diketahui oleh orang
orang yang beriman,
mereka memberikan
nasihat kepada yang
melanggar aturan agama
itu. Tetapi nasihat ini tidak
masuk lagi ke dalam hati
mereka. Akhirnya oleh
golongan yang beriman,
diadakan tindakan
kekerasan untuk
menginsafkan orang
orang yang sudah sesat
itu. Dengan kekuatan
senjata, mereka jaga agar
jangan sampai ada
seorang juga di antara
penduduk yang
menangkap ikan di hari
Sabtu itu.
Tetapi mereka yang ingkar
dan sesat itu sama sama
memprotes keras:
Kampung ini bukan
kepunyaanmu saja, kami
juga turut berhak atas
kampung ini. Tetapi
kenapa kamu melarang
kami berbuat apa yang
kami inginkan di kampung
kami sendiri? Kami
merdeka berbuat itu
semua, apalagi mencari
rezeki yang berupa
makanan itu. Atau kalau
kamu tidak suka kami
mengerjakan apa yang
kami perlukan, lebih baik
kampung ini kita bagi dua
saja. Setengahnya untuk
kami, kami merdeka
berbuat apa saja yang
kami kehendaki di
kampung bahagian kami
dan setengah lagi
untukmu dan kamu
merdeka pula berbuat apa
saja yang kamu kehendaki
atasnya.
Untuk menghindarkan
selisih dan pertumpahan
darah, orang orang yang
beriman akhirnya suka
kalau kampung itu di bagi
antara kedua golongan itu.
Kampung itu lalu di bagi
dua. Kedua golongan
disetiap kampung itu, kini
merdeka berbuat
sekehendak hati masing
masing. Golongan yang
sudah sesat itu
berkecimpungan dengan
keingkaran, mereka telah
melupakan Tuhan dan
makan makan besar
setiap hari Sabtu, yang
oleh Allah telah ditetapkan
hanya untuk beribadat
kepadaNya itu.
Adapun orang-orang
yang beriman selalu
menasihatkan kepada
sesama mereka, agar
jangan meniru perbuatan
salah dari orang-orang
yang sesat itu, kerana itu
akan berakhir dengan
dosa dan petaka yang
diakhiri dengan seksaan
Allah yang sebesar-
besarnya, Setelah semua
anjuran itu oleh golongan
yang sesat itu tidak di
acuhkan sama sekali,
akhirnya perbuatan
mereka itu dibiarkan saja,
diserahkan kepada Tuhan
saja untuk
menghukumnya.
Tetapi Nabi Daud tidak
mahu membiarkan begitu
saja orang melanggar
perintah Allah. Nabi Daud
terus menerus menasihati
mereka, agar mereka
kembali kepada ajaran
Nabi dan agamanya.
Tetapi mereka hanya
menggelengkan
kepalanya, bahkan
mengejek ejek.
Akhirnya Nabi Daud tidak
dapat membiarkan dan
tidak dapat pula memberi
nasihat lagi. Masalah ini
diserahkannya kepada
Allah semata mata,
dengan doa agar Allahlah
yang mengajari orang
orang yang sudah sesat
itu.
Orang-orang yang ingkar
itu rupanya menjadi
semakin ingkar dan
semakin tamak dalam
hidupnya, akhirnya
mereka mengerjakan
segala macam dosa dan
noda dalam hidupnya.
Tabiat mereka berubah
menjadi saperti kera atau
beruk, tidak tahu akan
halal dan haram, tidak
kenal akan permatang
atau pagar. Akhirnya
bukan hanya tabiatnya
saja yang jelek begitu
rupa, tetapi rupa dan
bentuk mereka juga jadi
memburuk. Tabiat yang
kasar dan dosa yang
terlalu banyak, telah
merobah bentuk rupa
mereka juga, menyerupai
kera atau beruk, menjadi
binatang lata.
Pada suatu hari terjadilah
gempa besar di desa itu.
Dengan gempa besar itu,
semua kaum Mukminin,
sama keluar dari rumah
rumah mereka minta
perlindungan dari Allah.
Adapun orang orang
yang sudah sesat itu,
masih tetap makan-
makan besar dengan hasil
penangkapan ikan mereka
di hari Sabtu itu. Akhirnya
datang lagi gempa yang
kedua, ketiga, keempat
berturut turut tidak putus
putusnya, yang semakin
hebat dan dahsyat juga.
Dengan gempa dahsyat
itu, lenyaplah semua
orang yang ingkar itu
terpelanting ke dalam laut,
di timpa oleh batu batu
dan rumah rumah yang
runtuh, sedang orang
orang yang beriman tetap
selamat, berkat
perlindungan dari Allah
s.w.t.