Negeri Babylon subur
tanahnya, makmur
rakyatnya. Di dalam
sejarah dunia disebutkan
bahawa rakyatnya maju,
bahkan dari sanalah asal
usul kemajuan dunia ini.
Tetapi lain keadaannya di
zaman hidupnya Nabi
Ibrahim. Memang subur
dan makmur rakyatnya,
tetapi picik dalam
pengetahuan,
bergelumang dalam dunia
kegelapan dan
kebodohan.
Di negeri yang subur dan
rakyat yang makmur
tetapi bodoh itu,
memerintah seorang Raja
yang hanya menjalankan
kehendak nafsu dan
dirinya sendiri. Itulah
dianya Raja Namrud bin
Kanan bin Kusy. Di
tangannyalah letak segala
kekuasaan. Dia yang
memutuskan tiap tiap
perkara. Apa saja yang
dikatakannya, itulah
undang undang yang
harus dijalankan oleh
rakyatnya.
Bila ada seorang saja yang
membantah kata-kata
Raja, dinyahkan orang itu
dengan kekuatan mata
pedang. Kerananya tak
seorang juga rakyat yang
dapat menjalankan akal
dan fikiran sendiri. Tetapi
hanya tunduk kepada apa
yang diperintahkan si
Raja, sekalipun bagaimana
juga. Rakyat semakin jauh
terperosok ke lembah
kegelapan dan
kebodohan.
Raja itu pulalah yang
memerintahkan membuat
patong dari batu. Dan
telah menjadi kegemaran
Raja itu untuk memuja
muja patong batu yang
terbaik. Kemudian si
rakyat banyak
diperintahkan sang Raja
menyembah nyembah
patong dari batu itu. Itulah
Tuhan, kata Raja, sedang
rakyat hanya diberi
kesempatan untuk tunduk
saja.
Hal itu lama kelamaan
menambah bodohnya
rakyat, sehingga dengan
rakyat yang bodoh itu,
keadaan masyarakat
bertambah buruk dan
kacau juga.
Sesudah keadaan menjadi
kacau dan rusak serusak-
rusaknya, Raja Namrud
yang berkuasa itu pada
suatu malam bermimpi
dalam tidurnya, bahawa ia
melihat seorang anak kecil
melompat masuk ke
dalam kamarnya, lalu
merampas mahkota yang
sedang dipakainya di atas
kepalanya, lalu
menghancurkan mahkota
itu. Setelah ia terbangun,
ia termenung memikirkan
mimpinya yang luar biasa
itu.
Hampir seluruh manusia
yang rusak kepercayaan,
dahulu dan juga sampai
sekarang ini amat percaya
kepada mimpi mimpi,
bahkan menggantungkan
nasib mereka kepada
mimpimimpi itu.
Termasuk Raja-raja yang
sedang berkuasa, sebab
banyak di antara Raja-raja
yang berkuasa besar itu di
zaman purbakala adalah
terdiri dari orang-orang
yang bodoh-bodoh, tetapi
berkuasa karena pengaruh
keturunan semata mata.
Raja Namrud termasuk
salah seorang Raja yang
bodoh itu. Karena
kebodohannya ia tidak
dapat mempergunakan
akal yang diberikan Tuhan
kepadanya, lalu ia
mempercayakan nasibnya
kepada tukang tukang
tenung atau dukun-dukun
tukang ramal. Kepada
tukang tukang tenung
itulah ia bertanya segala
perkara, lebih-lebih
tentang mimpi mimpi
atau keadaan yang akan
datang mengenai
nasibnya.
Raja Namrud segera
memanggil tukang tukang
tenungnya menanyakan
apa ertinya mimpi yang
dilihatnya itu. Tukang
tukang tenung itu
mengatakan kepadanya,
bahawa akan lahir
seorang anak, sedang
anak itu setelah besar
badannya besar pula
pengaruhnya. Dan karena
besarnya pengaruh anak
itu, maka akan hilanglah
semua kekuasaan yang
ada di tangannya.
Akhirnya Namrud akan
jatuh dan mahkotanya
akan hilang.
Karena tabir mimpi
menurut apa yang
dikatakan tukang-tukang
tenung itu, Raja Namrud
memutuskan dan
memerintahkan untuk
membunuh semua anak
yang dilahirkan, agar
jangan sampai jatuh
kekuasaan atau mahkota
yang ada di kepalanya.
Di saat itu ibu Ibrahim
sedang mengandung,
menghamilkan Ibrahim
dalam perutnya. Karena
takut bayi yang
dikandungnya itu setelah
lahir akan dibunuh oleh
Raja Namrud, maka ibu
Ibrahim lari
menyembunyikan diri ke
suatu gua di luar kota, di
mana ia akhirnya
melahirkan anaknya
seorang laki-laki yang
diberi nama Ibrahim.
Begitulah menurut
ceritanya, Ibrahim sejak
dilahirkan sampai dan
selama masa kanak-kanak
dibesarkan di dalam gua
itu, disembunyikan oleh
ibunya. Di sanalah ia
disusukan, diasuh,
dibesarkan sampai ia
menjadi agak besar.
Setelah agak besar dan
mulai dapat menjalankan
fikirannya, di kala
ditinggalkan oleh ibunya
pergi ke kota mencari
makanannya, Ibrahim
mencuba melihat ke luar
gua dari celah-celah batu
yang menutup pintu
guanya. Ibrahim
tercengang dan kagum
melihat luasnya alam di
luar guanya yang sempit
itu.
Luas dan luas sekali alam
(bumi) ini dilihatnya,
berpinggiran langit yang
biru, terdiri dari dataran
dan gunung-gunung serta
jurang-jurang, penuh
dengan tumbuh-
tumbuhan dan tanam
tanaman. Di waktu siang
ada matahari bersinar
terang, di waktu malam
gelap-gelita, hanya
diterangi oleh bintang
bintang yang berkedip
kedipan bertebaran
sebanyak banyaknya di
angkasa luas.
Akhirnya ia bertambah
besar dan akalnya
bertambah maju. Ia
bukan hanya tertarik dan
tercengang melihat
keindahan dan kehebatan
alam luas, bermatahari,
berbintang dan
bertumbuh tumbuhan,
tetapi akhirnya berfikir
pula siapa yang
menciptakan semuanya
itu, siapa yang
mengaturkan sedemikian
rupa. Ia bertanya dalam
hatinya: Siapakah yang
mempergilirkan malam
dan siang? Siapakah yang
menjalankan matahari,
bulan dan bintang-
bintang? Siapakah yang
menumbuhkan tanam
tanaman dan tumbuh
tumbuhan? Siapakah yang
menghidupkan segala
yang hidup dan yang
mematikan segala yang
mati?
Sampailah Ibrahim kepada
taraf mencari jawapan
dari semua pertanyaan
yang demikian itu. Ia tidak
mempunyai teman untuk
bertanya, selain ibunya
yang datang hanya
sebentar-sebentar saja
sekadar menghantarkan
makanan dan minuman
baginya. Sekalipun ia
menanyakan juga
pertanyaan pertanyaan
tersebut kepada ibunya,
tetapi ibunya tak
mempunyai perhatian
terhadap pertanyaan
pertanyaan semacam itu,
sebab perhatian ibunya
hanya tertuju bagaimana
caranya
menyembunyikan
Ibrahim agar jangan
diketahui oleh seorang
manusia pun, agar jangan
dibunuh Raja. Hal yang
lain yang menjadi
perhatian ibunya ialah
bagaimana dapat
memperoleh makanan
dan minuman bagi
Ibrahim, dan bagaimana
cara menghantarkan
makanan dan minuman
itu kepada Ibrahim agar
jangan diketahui orang
lain.
Ya, Ibrahim terpaksa
mencari dan memikirkan
sendiri jawapan dari
segala pertanyaan yang
muncul di otak atau
fikirannya itu.
Akhirnya setelah ia agak
besar, akalnya yang
murni, fitrahnya yang
suci, yang tidak
dikotorkan dan
dipengaruhi oleh siapa
dan oleh apa pun, tidak
pernah dipengaruhi oleh
berbagai-bagai
kepercayaan palsu yang
dipercayai oleh orang
banyak, dengan semata-
mata atas kekuatan akal
dan fikirannya sendiri
yang diberikan Allah
kepadanya, ia dapat
meyakinkan adanya
Tuhan yang menciptakan
seluruh alam yang ada.
Dan Tuhan itu pasti Maha
Besar, Maha Mengetahui
segala, dan pasti Maha
Esa.
Di sinilah letak kehebatan
Nabi Ibrahim itu. Sejak
masa muda remajanya,
tanpa seorang guru atau
pengasuh, hanya semata-
mata dengan akal yang
dikurniakan Allah
kepadanya saja, ia sudah
dapat mempergunakan
akal itu sehingga
memperoleh ilmu
pengetahuan dan
keyakinan (kepercayaan)
yang tidak dapat dicapai
oleh orang lain, sekalipun
orang lain itu hidup di
alam bebas, beroleh harta
kekayaan atau pangkat
yang tinggi seperti Raja
Namrud itu.
Memang benar juga kalau
ada sebahagian orang
berpendapat, bahawa
dengan akal atau fikiran
semata mata, manusia
harus dapat mempercayai
akan adanya Allah dan
semua kebesaranNya,
harus dapat mempercayai
bahawa Allah itu Maha
Tunggal dan tidak ada
Tuhan selain Allah itu.
Benar pula pendapat
manusia yang
mengatakan, bahawa
kadang kadang ilmu
pengetahuan yang
diperoleh manusia tidak
secara ikhlas dan murni,
atau harta kekayaan dan
pangkat pangkat yang
tinggi, tidak menjadikan
manusia bertambah
pintar, melainkan
menjadikan manusia
bertambah bodoh. Dan
karena kebodohannya itu,
mereka yang berilmu,
yang berharta dan
berkuasa itu sampai tak
percaya kepada Allah
Pencipta, malah
menyembah berhala-
berhala, patung-patung
dan mempercayai tukang
tukang tenung atau dukun
dukun palsu.