Keputusan untuk
membakar Nabi Ibrahim
sudah tetap, dengan api
yang bergejolak sebesar
besarnya, sesuai dengan
gejolakan kemarahan
yang ada dalam hati
mereka semuanya,
dengan longgokan kayu
api yang setinggi bukit.
Untuk ini semua, masing
masing rakyat, kecil besar,
lelaki dan perempuan
dalam waktu beberapa
hari lamanya
mengumpulkan kau api
sebanyak mungkin. Yang
paling banyak membawa
kayu, paling besar
pahalanya menurut ajaran
agama mereka yang sesat
itu, makin dicintai mereka
itu oleh tuhan tuhan
mereka yang terdiri dari
batu batu berhala itu.
Kayu telah dilonggokkan
dengan sebanyak-
banyaknya, setinggi bukit.
Sedang di tengah-tengah
kau api yang setinggi bukit
itulah Nabi Ibrahim
dipaksa berdiri untuk
dibakar menjadi abu.
Nabi Ibrahim digiring ke
tengah-tengah onggokan
kayu yang sudah mulai
bernyala-nyala dimakan
api. Tidak gentar sedikit
jua, dan tidak pula ada
sesalan. Imannya tetap,
keyakinan penuh. Karena
menjalankan perintah
Allah dia akan dibakar, dan
hanya Allah pulalah yang
dapat menyelamatkan
dirinya dari seksa manusia
yang bagaimana juga
hebatnya. Kepercayaan
Ibrahim atas perlindungan
dan pertolongan Allah
kukuh dan kuat sekali.
Api mulai berkobar kobar,
menyala nyala dengan
warnanya yang merah,
dengan bunyi Berderak
derik, dengan asap yang
bergumpal gumpal ke
udara. Seakan akan bumi
yang luas ini turut
terbakar ketika itu.
Demikianlah api yang
bergejolak itu.
Nabi Ibrahim sekarang ini
berada di tengah tengah
api diselubungi oleh asap
yang bergumpal gumpal.
Bagaimanakah jadinya
dengan Nabi Ibrahim?
Semua kayu sudah
menjadi bara yang
merah, akhirnya
beransur-ansur menjadi
abu, sehingga habis sama
sekali.
Alangkah terkejutnya si
orang banyak, setelah api
padam seluruhnya setelah
berkobar dalam waktu
berpuluh puluh jam
lamanya. Nabi Ibrahim
keluar dari tumpukan abu
dengan selamat,
jangankan akan luka dan
terbakar, satu cacat pun
tidak ada pada badan Nabi
Ibrahim.
Api itu pun tunduk kepada
perintah Tuhannya untuk
menjadi dingin, dan
malah menyegarkan akan
perasaan Nabi Ibrahim,
dicium sayang oleh api
yang taat kepada
Tuhannya itu.
Melihat keadaan itu, orang
banyak sama berpaling
menghindarkan muka
satu sama lain, malu
berpandangan wajah.
Masing masing mahu
menyembunyikan
mukanya masing masing,
lebih lebih terhadap
pandangan mata Nabi
Ibrahim sendiri.
Dengan kejadian itu,
berlakulah satu kejadian
besar yang di lihat sendiri
oleh mata si orang banyak
yang engkar, satu
mukjizat kebenaran
Ibrahim, satu ayat tanda
kebesaran Allah.
Dengan kejadian itu, yang
sebenarnya orang banyak
sudah mahu tunduk
kepada Ibrahim dan
kebenarannya. Tetapi
pengaruh Raja dan
pemimpin mereka,
pengaruh sentimen dan
malu muka terhadap
Ibrahim, umumnya
mereka itu tetap
membangkang atas
ajakan yang benar itu,
hanya sedikit saja yang
turut menurutkan arus
kebenaran yang
menderas itu. Banyak pula
yang terus engkar karena
mempertahankan
penghidupan dan pangkat
duniawi, ada pula yang
takut mati dan seksaan
manusia yang memaksa
mereka.Melihat kejadian hebat
yang luar biasa itu, Raja
Namrud yang
menganggap dirinya
maha kuasa itu mulai
takut dan khuatir. Tetapi
karena kekuasaan ada
pada tangannya,
ketakutan dan kekhuatiran
itu disalurkannya, dirubah
menjadi kemarahan besar
terhadap Ibrahim.
Nabi Ibrahim dipanggil,
dihadapkan ke
hadapannya dan berkata
dengan menuduh: Engkau
telah menyebarkan fitnah
yang jahat sekali. Apakah
Tuhan yang engkau
ajarkan itu? Apakah ada
lagi Tuhan selain saya
sendiri? Sayalah yang
menjadi tuhan harus
disembah. Sayalah yang
mengatur dan dapat
merusak segala-gala yang
ada ini. Siapakah yang
lebih tinggi kuasanya dari
saya? Hukum yang saya
tetapkan mesti berlaku,
putusan yang saya
tetapkan harus jalan.
Semua orang tunduk
kepadaku. Kenapa kamu
keluar dari anutan yang
diturut oleh si orang
banyak. Apa berani
engkau menentang saya?
Ibrahim menjawab
dengan sikap yang tetap
dan tegas, dengan kata
yang teratur, menyatakan:
Allahlah Tuhan yang
disembah, yang lebih
kuasa dari orang yang
pernah berkuasa,
menghidup dan
mematikan, pencipta
langit dan matahari. Tetapi
engkau, ya Namrud,
mendapat kekuasaan
dengan jalan yang tidak
halal, engkau berkata
dengan alasan alasan
yang palsu. Saya dapat
hidup ini adalah kerana
perlindungan dari Tuhan
itu.
Tangkisan Ibrahim itu
dijawab oleh Namrud
dengan suara keras:
Akulah yang
menghidupkan dan
mematikan. Namrud lalu
memerintahkan
pengawalnya untuk
mendatangkan dua orang
budaknya. Setelah kedua
orang budak itu datang,
Namrud lalu berkata
kepada Nabi Ibrahim:
Akan engkau lihat sendiri,
seorang dari kedua budak
ini akan saya matikan dan
seorang lagi akan saya
hidupkan.
Sambil berkata demikian,
Namrud mencabut
pedang dari sarungnya.
Tanpa rasa kasihan
sedikitpun, salah seorang
di antara kedua budak tadi
dipotong lehernya dengan
pedang sehingga mati.
Dan yang seorang lagi
dibiarkannya hidup. Lalu
dia berkata kepada
Ibrahim: Saya
menghidupkan dan saya
mematikan.
Nabi Ibrahim lalu
menjawab: Tuhanku
menjalankan matahari itu
dari Timur ke Barat. Cuba
kamu jalankan matahari
itu dari Barat ke Timur,
sekiranya kamu benar
berkuasa. Mendengar
tentangan Nabi Ibrahim
ini, Raja Namrud tinggal
bersungut tak dapat
menjawab apa-apa.
Sejak hari itu, dendam
Namrud terhadap Ibrahim
menjadi berterang
terangan, sehingga
Ibrahim dinyatakan
sebagai musuh satu
satunya yang tak boleh
diabaikan. Dia takut kalau
kalau Ibrahim mendapat
pengikut yang banyak
sehingga dapat
mengalahkan dia di akhir
kelaknya.
Semua itu telah diketahui
oleh Ibrahim, yang dia
akan dinyahkan oleh Raja
Namrud dengan cara
pengecut.
Tidak ada lain jalan bagi
Nabi Ibrahim, selain
meninggalkan tanah
airnya itu dengan diam
diam, pergi, terus pergi ke
sana, mengembara ke
tempat yang tidak tentu
dan belum pernah
dikenalnya.
Ditinggalkannya bangsa
dan tanah airnya yang
celaka itu, dengan seksa
Tuhan yang turun silih
berganti tidak henti
hentinya.
Akhirnya sampailah Nabi
Ibrahim di Palestin. Mulai
saat itu bermulalah tarikh
dan sejarah Palestin,
sejarah manusia
seluruhnya dalam
perjuangan menegakkan
kebenaran dan kepalsuan,
sambung menyambung
sampai saat sekarang ini.