Kegagalan Ibrahim untuk membetulkan bapanya sendiri, dan sanggahan bapanya terhadap
seruannya yang
berhati hati dan
bijaksana itu, tidaklah menjadikan Ibrahim putus asa, sehingga berhenti berusaha.
Hatinya yang
tetap, jiwanya
yang tenang,
tetap memberikan
keyakinan
kepadanya,
bahwa kata kata
yang tersusun
rapi, anjuran anjuran
yang suci murni saja,
belum tentu dapat
membawakan hasil yang
baik, bekas yang berguna
di atas muka bumi yang
didiami manusia ini.
Dia bersiap untuk
menghadapi bangsa itu
dengan kata kata yang
lebih sesuai dengan
pendengaran orang yang
masih begitu pengertian
mereka, lebih mudah
dimasukkan ke dalam
fikiran dan diterima oleh
akal. Dan kalau perlu, tidak
dengan kata-kata saja,
tetapi dengan tindakan
yang dapat dilihat dengan
mata dan dirasa dengan
anggota badan, yang
sesuai pula dengan
keadaan yang ada.
Sebagai seorang doktor,
dicarinya pokok dan
sebab penyakit, lalu
dibubuhkannya ubat yang
sepadan buat penyakit itu,
dan keadaan orang yang
menderita penyakit.
Ibrahim bertanya kepada
mereka, dengan
pertanyaan yang
gampang sekali: Apakah
yang kamu sembah itu?
Mereka jawablah dengan
apa yang mereka
sembah, iaitu patung
patung yang sudah sama
diketahui.
Bertanya pula Ibrahim
kepada mereka: Melihatkah
gerangan patung patung
itu kepada kamu
menyembahnya, dan
adakah patung patung itu
mendengarkan apa yang
kamu katakan kepadanya
ketika kamu menyembah
itu? Manfaat apa yang
dapat diberi-kan patung-
patung itu kepadamu,
atau mudharat apa yang
dapat dihasilkannya
kepadamu ?
Mulailah kaum itu
bimbang dan ragu dalam
memberikan jawapan
mereka. Mereka hanya
dapat berkata dan
menjawab begini: Karena
demikianlah yang kami
jumpai dari nenek
moyang kami sejak
dahulu.
Alangkah buruknya
pekerjaan meniru itu,
bertaqlid buta terhadap
apa yang ada. Sungguh
kamu dan nenek
moyangmu itu adalah
dalam kesesatan yang
nyata, jelas Ibrahim.
Apakah engkau sengaja
menghina kami, hai
Ibrahim, ataukah engkau
semata mata bermain
main dengan kami? kata
mereka pula.
Aku berkata dengan
sebenarnya, aku tidak
pernah bermain main.
Aku membawa
kepadamu agama yang
benar, saya diutus Allah
kepadamu membawa
pedoman dan petunjuk
yang baik. Tuhan yang
patut kamu sembah ialah
Tuhan yang menciptakan
langit dan bumi. Adapun
patung patung yang
kamu sembah itu hanya
batu batu yang diukir
yang tak dapat berbuat
apa-apa. Kamu sembah
dia karena ajakan setan
belaka, untuk
menyesatkan kamu.
Fikirlah dengan akalmu,
lihatlah dengan matamu,
mudah mudahan kamu
dapat melihat petunjuk ini!
Tuhan itulah yang
menjadikan aku ini lalu
memberi petunjuk
kepadaku, yang
mengadakan makanan
dan minumku; kalau aku
sakit, Dialah yang
menyembuhkan, yang
mematikan dan
menghidupkan aku
kembali, kepadaNyalah
aku tak bosan bosan
memohon ampun atas
kesalahanku di hari
perhitungan nanti.
Telah menjadi adat
kebiasaan yang tetap bagi
bangsa Babylon itu saban
tahun mengadakan hari
raya besar. Di hari itu
semua anak negeri keluar
meninggalkan kota, pergi
berburu, setelah
menyediakan masakan
masakan dan makanan
yang lazat yang diletakkan
di samping tiap tiap
patung yang mereka
sembah itu. Sepulangnya
dari pemburuan itu,
mereka makanlah
bersama sama akan
semua makanan itu di
samping patung patung
dengan riang gembira,
serta memuja muja
patung itu.Ibrahim sengaja di hari
raya itu tidak turut ke luar
kota, sebab sudah
ditetapkannya rencana,
yang sepeninggalan
mereka, Ibrahim akan
menghancurkan semua
patung patung itu dengan
sebilah kapak besar yang
sudah disediakannya.
Di kala semua orang
sudah sama pergi, dan
kota itu kosong dari
manusia manusia syirik
itu, lalu Ibrahim masuk ke
rumah penyembahan
patung, dimana dia dapati
patung sebanyak
banyaknya, kecil besar,
sedang di samping
patung patung itu
makanan yang lazat lazat
rasanya.
Dengan amarahnya
Ibrahim berkata kepada
patung patung itu:
Kenapa, hai patung, tidak
engkau makan akan
makanan makanan yang
lazat itu? Tidak satu pun di
antara patung patung itu
yang menjawab karena
memang batu tidak
mendengar kata kata dan
tak dapat berbuat apa apa.
Dengan marah dan hati
yang tetap,
dihancurkannya semua
patung patung itu sampai
hancur luluh merupakan
pecahan pecahan batu
yang berantakan tak
keruan susunannya.
Hanya ditinggalkannya
satu patung yang paling
besar saja. Sedang di
leher patung yang
terbesar itu
digantungkannya kapak
yang dipergunakannya
untuk menghancurkan
patung patung yang
banyak itu. Agar dilihatnya
sendiri, bagaimana kata
mereka terhadap patung
yang terbesar itu nanti.
Akhirnya semua orang
kembali dari perburuan,
pulang ke kota, lantas
masuk mendapatkan
patung patung itu.
Alangkah terperanjat
semua mereka, seketika
mereka lihat semua
patung itu sudah jatuh
hancur berantakan, pecah
belah tak keruan
susunannya lagi. Masing
masing mereka bertanya
satu sama lain: Siapakah
yang berbuat begini
terhadap tuhan-tuhan kita;
sungguh orang itu aniaya
sebesar besarnya.
Salah seorang di antara
mereka lalu berkata: Saya
mendengar seorang
pemuda bernama Ibrahim
yang selalu menghina
hina patung patung kita
ini. Tentu dialah yang
berbuat ini.
Manusia makin banyak
datang, ingin tahu siapa
sebenarnya yang berbuat
itu, dan ingin menyiksa
dan membalas sekejam
kejamnya.
Nabi Ibrahim dicari, lalu
ditangkap. Di hadapan
kumpulan manusia yang
semakin banyakjuga,
Ibrahim dipertontonkan
kepada orang banyak, lalu
dianiayai: Apa benarkah
engkau yang sudah
berbuat begini terhadap
tuhan tuhan kami, hai
Ibrahim ?
Dengan pertanyaan itu,
terbukalah kesempatan
kepada Nabi Ibrahim
untuk berkata dan
menjawab, dengan
susunan kata yang serapi-
rapinya, paling mudah
difahamkan. Sedang
orang banyak
memasangkan anak
telinga mereka masing-
masing ingin
mendengarkan benar
benar akan jawaban
Ibrahim itu.
Nabi Ibrahim lalu
menjawab: Tanyakanlah
kepada patung terbesar
yang masih utuh itu.
Mungkin patung itu marah
lalu menghancurkan
patung patung yang kecil.
Lihatlah kapak masih
tergantung di lehernya.
jawaban Ibrahim itu
menderu masuk ke
kuping masing masing
mereka membukakan
tutup yang sudah berkarat
berabad abad lamanya,
sehingga mereka
terpesona atas kebodohan
mereka sendiri. Lalu
timbul bantahan-bantahan
antara sesama mereka
sendiri, sesal-
menyesalkan, salah
menyalahkan satu sama
lain dan berkata: Kamulah
yang salah, kenapa tidak
ditinggalkan orang
seorang untuk
menjaganya.
Setelah terpesona sebagai
ayam kena pukul di
kepalanya, mereka lalu
berfikir dan menjawab
kepada Ibrahim: Engkau
tahu sendiri, hai Ibrahim,
bahwa patung itu tidak
dapat berbuat apa-apa
dan tidak dapat menjawab
pertanyaan-pertanyaan.
Bodoh benar engkau yang
menyuruh kami bertanya
kepada patung itu.
Terbukalah kesempatan
yang kedua bagi Ibrahim
untuk lebih
menyingkapkan ketololan
mereka, memberi jalan
kepada mereka untuk
keluar dari lembah
kesesatan, menempuh
jalan yang benar.
Ibrahim lalu berkata
kepada mereka: Kalau
kamu sekalian sudah tahu
yang patung-patung itu
tidak dapat berbuat apa-
apa dan tidak dapat
menjawab pertanyaan-
pertanyaan, apakah bukan
kamu sekalian yang lebih
tolol, kenapa kamu
sekalian menyembah
patung patung itu, lalu
bermunajat minta-minta
kemaslahatan dan
keselamatan kepada
patung-patung itu sedang
patung patung itu sendiri
tidak dapat
menyelamatkan dirinya
sendiri sendiri. Cubalah
kamu fikirkan baik baik,
kamu sekalian ada
mempunyai akal!
Tangkisan dan kecaman
yang tak dapat mereka
jawab. Seluruh mereka
jatuh tersungkur tak dapat
bangun lagi dalam
perdebatan ini. Mereka
kalah dan lemah dalam
perdebatan dan
kebenaran, tetapi lebih
kuat dalam persenjataan.
Mereka serentak bangun
menangkap Nabi Ibrahim,
lalu mengikatnya, dengan
serentak mereka berkata:
Bakar Ibrahim, dan bela
patung patung itu !