80s toys - Atari. I still have
Arifin Martapura

Arifin Martapura

Penting ! file-file di sini sangat sensitif, jadi bersabarlah untuk mendownload file-file di sini.
Di kala senja hari, mereka sudah kembali di rumahnya; lalu datang menemui bapa mereka dengan kata kata dan kalimat yang sudah mereka susun, untuk membohongi orang tuanya sendiri. Dengan bertangisan tersedu sedu, sambil memegang baju Yusuf yang sudah dilumuri dengan darah yang mereka cari sendiri untuk berbohong, lalu berkata: Ya, bapa kami! Rupanya terjadi juga apa yang bapa khuatirkan itu. Yusuf terlalai sebentar dari pandangan mata kami kerana kami berjalan terdahulu. Tidak kami ketahui, bahawa dikala itu seekor serigala telah menerkam Yusuf, lalu memakannya. Hanya tinggal bajunya yang sudah berlumuran darah saja. Inilah bajunya itu, sebagai bukti dari apa yang kami terangkan. Kami sedih sesedih sedihnya. Barangkali juga bapa tidak percaya kepada kami, sekalipun kami berkata benar. Yaakub menjawab dengan sedihnya: Nafsu kedengkian kamu telah menyebabkan kejadian yang mengerikan ini. Kejadian itu sudah terjadi. Tidak ada yang lebih baik bagiku selain bersabar, sampaidatang saatnya nanti, di mana akan ternyata apa sebenarnya yang terjadi. Hanya kepada Allah aku mohon pertolongan atas segala galanya. Di dalam telaga yang dalam, yang terletak jauh di tengah tengah padang pasir, gelap dan sunyi pula, sungguh merupakan satu ujian yang berat bagi pemuda yang bernama Yusuf. Memang sudah menjadi kudrat dan iradat Allah Yang Maha Kuasa, untuk menguji hambaNya yang taat dan bakti kepadaNya dengan berbagai bagai cubaan yang berat berat. Bukan dengan maksud menyeksa dan menyakitinya. Dengan pengertian beginilah kita harus memahami akan segala nasib dan musibat yang menimpa diri berbagai bagai Nabi, Rasul dan orang orang suci lainnya. Dibandingkan dengan lain lain ujian yang pernah diderita oleh para Nabi dan Rasul, mungkin cubaan yang dialami Yusuf ini agak ringan juga. Hanya yang paling berat dirasakan oleh Yusuf, adalah kerana yang melakukan pekerjaan ini terhadap dirinya bukanlah orang lain, tetapi adalah adik beradiknya sendiri dan sedarah dengan dia yang menjadi musuhnya. Yusuf tetap tenang dalam telaga yang gelap dan dalam itu, sebagai seorang muda yang mulia, tahan uji serta tabah. Matanya mulai melihat keliling dinding telaga yang curam dan dalam. Tidak ada yang dapat dilihatnya kerana gelapnya, selain air yang tenang dan jernih dari telaga itu sendiri. Bagaimana perasaan Yusuf dan apakah gerangan yang menjadi pemikirannya ketika itu, susah kita dapat menekanya. Yang terang, ingatannya selalu pergi ke arah bapanya yang begitu sayang terhadap dirinya. Terbayang dalam fikiran Yusuf bagaimana sedih bapa yang ditinggalkannya, sedih yang tak dapat dibayangkan dengan pena atau lisan. Lapar pun mulai menyerang perutnya. Tetapi di mana dia akan beroleh makanan? Dan berapa lamakah dia akan tahan menahan lapar? Semuanya itu diserahkannya bulat bulat kepada Allah Yang Maha Kuasa lagi amat Bijaksana. Dalam menanggungkan sedih dan lapar yang sedang memuncak itu, tiba tiba terdengar jelas wahyu Ilahi menembus jiwanya: Sabar dan sabarlah engkau, hai Yusuf, Aku Tuhanmu akan memberi jalan lepas kepadamu, Aku pertemukan engkau dengan saudara saudaramu itu, tetapi sesudah bertahun tahun kemudian. Dengan menerima wahyu yang demikian bunyinya, hilanglah kesedihan dan kesengsaraan batin yang diderita Yusuf. Dia menunggu bagaimana caranya bantuan Allah itu datang kepadanya. Sejurus kemudian, telinganya mulai mendengar detak-detik, gerak dan geri di atas padang pasir sekitar telaga itu. Telinganya dipasangnya sebaik baiknya Terbukti bahawa suara itu semakin dekat dan semakin terang juga. Akhirnya ternyata bahawa suara itu adalah suara tepak kaki manusia yang sedang berjalan. Ternyata akhirnya, bahawa di dekat tempat itu sedang lalu satu kafilah, iaitu rombongan musafir unta di padang pasir. Bibir Yusuf mulai memperlihatkan senyuman, kembang harapan mulai merekah dan terbuka dalam kalbunya. Saat terlepas rupanya sudah dekat waktunya. Terdengar jelas, para musafir itu melepaskan tongkat mereka di tepi telaga itu, tanda bahawa mereka mengambil tempat itu sebagai tempat istirahat. Terdengar pula suara pemimpin kafilah memerintahkan seseorang untuk mengambil air dari telaga itu untuk melepaskan dahaga mereka serta dahaga unta untanya. Sebuah gayung air yang besar meluncur dari atas ke dalam telaga itu, tepat jatuhnya di hadapan Yusuf; dengan segera Yusuf merangkul gayung itu serta berpegang dengan kedua tangannya pada tali gayung. Tali ditarik orang ke atas, akhirnya tiba di permukaan bumi. Baru saja orang yang menarik gayung itu melihat wajah Yusuf yang sedang berpegang pada tali gayung itu, dia berteriak sekuat hatinya kerana gembira: Nah, alangkah untungnya, ini adalah seorang anak, anak yang cantik molek. Segera Yusuf dikerumuni oleh semua manusia yang turut dalam rombongan kafilah itu. Dengan riang gembira dan penuh kehairanan, dari mana datangnya anak ini. Akhirnya mereka sepakat akan menjual Yusuf, bila sudah tiba di kota yang mereka tuju; karena begitu kehendak sebahagian mereka yang ingin mendapatkan keuntungan untuk dirinya sendiri, sekalipun ada pula di antaranya yang berperikemanusiaan, ingin mengembalikan Yusuf kepada orang tuanya, atau ingin menjadikan Yusuf sebagai anak angkatnya. Kafilah itu lalu meneruskan perjalanannya menuju ke negeri Mesir. Nabi Yusuf dibawa ke pasar budak untuk dijual. Akhirnya Yusuf dijualnya dengan tidak banyak tawar menawar, hanya dengan beberapa dirham saja. Mereka jual dengan murah, ada yang kerana kasihan dan keikhlasan hati, ada pula yang kerana takut kalau kalau menjadi perkara yang berpanjangan. Yang sebenarnya seluruh kekayaan yang ada di permukaan bumi ini, belum tentu cukup untuk harga diri Yusuf yang mulia dan suci itu. Yusuf dibeli oleh seorang pembesar negara Mesir, yang memegang tampuk kekuasaan dalam negara itu, Futifar namanya. Dan pula menjadi salah seorang menteri yang terbesar. Dengan gembira dan rasa beruntung, pembesar itupun segera membawa Yusuf pulang ke rumahnya, lalu ditunjukkan kepada isterinya sambil berkata: Anak ini menurut tanda tanda yang saya lihat pada dirinya dari keterangan tabiat dan wajahnya, adalah seorang anak yang berasal dari orang yang mulia dan terhormat. Terimalah dia dalam kekeluargaan kita, beri tempat yang terhormat kepadanya, jangan diperlakukan sebagai khadam, jangan dianggap sebagai budak belian, sekalipun dia memang kita beli sebagai budak. Saya yakin, bila anak ini sudah dewasalah, menjadi orang yang berumur, akan memberi manfaat kepada kita, atau mari kita ambil dia sebagai anak angkat kita sendiri. Isteri pembesar itupun turut senang dan gembira dengan adanya Yusuf di kalangannya, sebagai anaknya sendiri yang berkebetulan dia sendiri tidak punya anak. Begitulah Yusuf tinggal di rumah itu sebagai rumahnya sendiri. Dia turut mengerjakan segala sesuatu yang pantas dikerjakannya, dengan rajin dan penuh dipercayai sebagai keluarga, bukan sebagai budak atau khadam. Baik lakunya terhadap anggota rumahtangganya, begitu pula terhadap tetangga dan orang orang yang berdekatan dengan dia.


Halaman: 1 2 3 4 5 6 (Menu)
SHARE KE:
Twitter Google+

Sekitar 139 hari lagi kita akan memperingati; Hari Raya Idul Adha - 1435 H ^_^

ATAU TEMUKAN ARIF DI:
Facebook Twitter Google+
© 2011-06-19 / 2024-05-19 / 1 / 1 / 3265
www.arifmtp.wapsite.me
Didukung: xtgem.com / syntax / template / graham