Yaakub lenyap ke dalam
gelombang dan gelora
sedih. Gelombang dan
gelora sedih yang datang
silih berganti. Segenap
tulang belulang dan urat
sarafnya kini penuh
dengan kesedihan, sejak
dari hujung rambut
hingga ke hujung tumit;
lobang kecil sebuah pun
tak ada yang dapat
ditembus angin untuk
mengurangkan serta
kepedihan yang
menyeksa batinnya.
Hanya ada dua ketika saja
yang dapat dikatakan
menjadi saat gembiranya
dalam keadaan sekarang
ini. Pertama ialah di saat ia
menyembah dan
bersujud kepada Allah, ia
bermunajat dan berserah
diri kepada Allah dalam
sembahyangnya,
menuang jiwanya dengan
iman, sabar dan yakin.
Kedua ialah di saat ia
mengingatkan wajah
Yusuf dan Bunyamin. Di
saat mengingat dan
membayangkan wajah
kedua orang anaknya itu
timbul ghairat hati yang
gembira dalam kalbunya,
seakan akan ia benar
benar bertemu dengan
kedua anaknya itu,
sekalipun hanya sedetik,
sesaat belaka yang segera
diringi pula oleh air mata
dan sedu tangis yang
tidak ada hentinya, air
mata panas yang
membakar jantung,
bukan air mata dingin
yang dapat
mengurangkan kesedihan.
Akan sia sia sajakah air
mata dan sedu sedanku
sebanyak itu? tanya
Yaakub kepada dirinya,
sehabis ia mencurahkan
air mata dan menangis
tersedu sedu itu. Air
mataku ini dijadikan Allah
tentu bukan untuk disia
siakan belaka, katanya
pula yang diperintah oleh
rasa keimanan dan
kesabaran.
Sungguhpun keimanan
dan kesabarannya
sentiasa membujuk
hatinya yang duka,
namun badan Yaakub
bertambah kurus,
matanya semakin putih,
akhirnya ia tak dapat
bergerak lagi kerana
lemahnya, matanya
sudah tidak dapat melihat
lagi disebabkan terlalu
banyak mengeluarkan air
mata.
Pada suatu pagi sehabis
dia sembahyang dan
berdoa ke hadhrat
Tuhannya kembali
badannya menjadi
gementar, lalu ia
menangis dan air
matanya pun tercurah
pula; ia mengeluh
panjang: Ya Asafa ala
Yusuf, katanya dengan
suara yang putus, seakan
akan ia melihat sendiri
akan Yusuf yang berada
jauh di sana.
Melihat keadaan bapanya
yang demikian itu, salah
seorang di antaranya
memanggil saudara
saudaranya untuk
memeriksa bagaimanakah
keadaan bapanya kini
dengan cara bagaimana
untuk dapat membantu
dan meringankan
kesedihan hatinya yang
tidak terhingga itu. Salah
seorang di antaranya lalu
berkata kepada bapanya:
Hai, bapa kami. Engkau
adalah Rasul yang benar,
Nabi yang mulia. Wahyu
Allah turun kepada
engkau, ya bapa, dari
engkaulah keluarnya
nasihat dan petunjuk.
Tetapi mengapa bapa
sampai demikian rupa?
Sudah cukup rasanya air
mata yang bapa
keluarkan, sehingga sudah
kurus kering badan bapa
karenanya "Demi Allah,
sentiasa bapa teringat
kepada Yusuf, sehingga
keadaan bapa menjadi
sakit atau mungkin
meninggal dunia.
Berkatalah Yaakub: Semua
usahamu akan sia sia
belaka, takkan ada yang
dapat menyembuhkan
penyakitku ini, sebelum
aku dapat bertemu
dengan Yusuf dan dapat
melihat wajahnya.
Sekalipun Yusuf sudah
mati dimakan serigala
sebagaimana ucapanmu,
tetapi selama aku masih
dapat menghirup udara
dan masih berada di
bawah lindungan langit
yang biru, aku dapat
merasakan suatu
perasaan yang berada
dalam jiwa dan lubuk
jantungku, wahyu Allah
telah berhembus dalam
hatiku, sehingga aku
masih mempunyai
kepercayaan bahawa
Yusuf masih menghirup
udara yang kuhirup,
masih bernaung di bawah
langit biru yang
melindungiiku ini. Hanya
saja aku tidak mengetahui
padang pasir manakah
yang sedang dijalaninya
sekarang ini, entah ke
timur atau ke barat tujuan
perjalanannya. Inilah yang
menyebabkan kesedihan
dan kepiluan hatiku. Bila
kamu sekalian ingin
menyembuhkan aku dari
penyakitku dan
menghilangkan segala
kesedihan hatiku, pergilah
kamu untuk menjelajahi
bumi Allah yang luas ini,
carilah di mana Yusuf
sekarang berada,
walaupun kamu sudah
mengatakan bahwa dia
sudah binasa. Carilah dia
dengan segala
kesungguhan dan
kesabaranmu dan
janganlah kamu sampai
berputus asa, kerana tidak
akan berputus asa selain
mereka orang orang yang
kafir.
Kata kata yang keluar dari
mulut bapanya yang
sudah tua itu, sungguh
menusuk lubuk hati
mereka, dicucukkanlah
tiap tiap kata yang
diucapkan oleh bapanya
itu dengan rahsia rahsia
yang mereka simpan
selama ini. Teringatlah
mereka, bukankah Yusuf
tidak jelas matinya, kerana
mereka hanya
melemparkannya hidup
hidup ke dalam telaga Jub
itu? Mungkin dia dapat
keluar dari telaga itu dan
setelah ia dapat keluan
terus mengembara ke
sana ke mari. Tetapi di
manakah gerangan Yusuf
sekarang ini?
Sungguhpun tentang
Yusuf masih meragukan
hati mereka, tetapi
mengenai Bunyamin, jelas
masih ada, sedang dalam
tawanan raja dan
tempatnya pun sudah
dikenalnya pula. Timbullah
gerak dalam hati mereka
untuk mencuba
mendapatkan Bunyamin
lebih dahulu, kemudian
baru berikhtiar mencari
Yusuf, sebab mereka
beranggapan, dengan
kembalinya Bunyamin
lebih dahulu, sedikitnya
dapat juga mengurangi
kesedihan hati bapanya.
Mereka lalu minta izin
untuk berangkat kembali
ke tanah Mesir, mengadap
pembesarnya yang
masyhur itu, dengan
maksud untuk meminta
saudaranya yang ditawan
itu dengan permohonan
setinggi tingginya,
harapan yang sebesar
besarnya, lebih tinggi dari
langit dan lebih besar dari
bumi.
Setibanya di negeri Mesir,
segera mereka
mendapatkan pembesar
(Yusuf) serta
menyampaikan
permohonan: Ya Tuanku
Pembesar, keadaan
memaksa kami untuk
kembali ke mari
mengadap Tuan.
Kehendak kami akan
menetap di sini
mendatangkan sembah
dan sujud kepada Tuan,
Hari yang selalu berubah.
Bahan bahan yang telah
Tuan serahkan kepada
kami semuanya telah
habis, sedang keadaan di
tempat kami masih tetap
susah, sedang bahaya
kelaparan masih tetap
mengancam kami. Kami
sengaja datang kembali
untuk minta atas segala
kemurahan hati Tuan,
agar Tuan suka memberi
sedekah lagi kepada kami,
untuk dapat menahan
hidup kami. Begitu pula
bila Tuan masih menyukai
dan berbuat baik terhadap
kami, sudilah kiranya
Tuan melepaskan saudara
kami yang sedang Tuan
tahan itu, agar dengan
cara demikian dapatlah air
mata bapa kami yang
selalu bercucuran itu
ditahannya, begitu pula
jantung beliau dapat
diringankan.
Di saat itu Yusuf
berpendapat, bahawa
sudah datanglah
waktunya kini untuk
membukakan rahsianya
yang selalu ditutupinya,
guna memaklumkan
kepada saudara
saudaranya, bahawa
dialah Yusuf, agar mereka
itu mengakui atas
kebenaran dan kesalahan
kesalahan yang telah
mereka lakukan.
Berkatalah Yusuf kepada
saudara saudaranya itu:
Ingatkah kamu sekalian
akan awal cerita di waktu
kamu masih kecil kecil?
Kamu diperkuda oleh
hawa nafsu dan dengki,
menurutkan pengaruh
buruk dari syaitan,
sehingga Yusuf kamu
buang ke dalam telaga,
kemudian saudaranya
yang tertinggal selalu
kamu goda dan kamu
hinakan. Masih teringatkah
kamu, ketika salah
seorang di antaranya
yang terkuat dengan
kedua belah tangannya
yang kuat itu memaksa
Yusuf untuk membuka
semua pakaiannya?
Sedang Yusuf ketika itu
menangis terisak isak
minta dikasihani, tetapi
tidak ada seorang pun di
antaramu yang merasa
kasihan kepadanya dan
dengan kasar kamu
lemparkan dia ke dalam
telaga yang jauh terpencil
di tengah tengah gurun
Sahara yang panas, dan di
sanalah pula kamu
tinggalkan Yusuf sendirian
menunggu nasib dan
takdir Tuhannya.
Mendengar cerita Yusuf
itu, mulailah mereka
tercengang cengang,
kehairanan. Dari siapakah
pembesar itu tahu akan
riwayat itu semua?
Apakah dari Bunyamin?
Tetapi Bunyamin sendiri
tidak turut ketika itu, tidak
pula mengetahui
sedikitpun tentang
kejadian itu dan tak
seorang manusia pun
yang tahu.
Setelah menyimpulkan
pendapat bahawa tak
seorang juga manusia
yang mengetahui akan
kejadian itu, mereka
memerhatikan benar
benar akan gerak geri
orang yang berkata kata di
hadapannya, diingat
ingatnya akan bentuk dan
keadaan diri Yusuf,
akhirnya yakinlah mereka
bahawa semua tanda
tanda yang dapat mereka
ingat, memang
bersamaan dengan orang
yang berada di hadapan
mereka itu, lalu berkatalah
mereka: Sesungguhnya
engkau inilah kiranya
Yusuf.
Dengan segera Yusuf
menjawab: Betul saya
adalah Yusuf, dan ini
Bunyamin adalah
saudaraku sendiri. Allah
telah mempertemukan
kami, kerana dia adalah
hamba Tuhan yang taqwa
dan penyabar, sedang
Allah tidak akan menyia
nyiakan jasa hambaNya
yang sabar itu.
Mendengan kisah itu,
berubahlah warna muka
mereka, terkejut dan lebih
terperanjat, dari
mendengar petir yang
dahsyat sekalipun. Mulut
mereka menjadi tertutup
tak dapat berkata kata,
badan mereka menjadi
kaku tak dapat bergerak
rasanya. Kalau bumi
mempunyai mulut dan
mengangakan mulutnya
itu, rupanya mereka rela
masuk ke dalamnya, agar
ditelannya habis habis di
saat itu juga.
Tetapi Yusuf dengan
segera menyabarkan
mereka, dijelaskannya
bahawa mereka tidak akan
menerima pembalasan
apa apa, kerana mereka
itu saudaranya sendiri,
saudara sebapa, sekalipun
dahulu mereka pernah
berbuat kejahatan
terhadap dirinya. Yusuf
berkata kepada mereka:
Aku tidak akan bertindak
apa apa atas dirimu
sekalian. Tuhan telah
mengampuni segala
dosamu. Allah Maha
Pengampun dan Maha
Pengasih.
Kembali kita kepada Nabi
Yaakub yang sedang
ditimpa cubaan besar silih
berganti, sebagaimana
halnya yang dialami oleh
Yusuf sendiri. Memang
kedua orang itu adalah
orang orang suci yang
harus lurus dalam
menerima cubaan yang
bagaimanapun juga hebat
dan dahsyatnya, cubaan
yang tak mungkin dapat
diatasi oleh sebarang
manusia.
Demikianlah, pada suatu
pagi setelah Nabi Yaakub
selesai mengerjakan
sembahyang, sehabis
berdoa dan mengingat
akan Allah, dia kembali
menangis tersedu sedu
dengan sehebat hebatnya,
ia seorang diri kerana tidak
ada orang yang
menemaninya. Tiba tiba
tangisnya terhenti,
dadanya berasa lapang,
airmatanya tak mengalir,
hatinya sangat nyaman.
Dia pun hairan, dari
manakah gerangan
datangnya perasaan yang
demikian lega dan senang
itu? Ketika itu teringatlah
dia akan Yusuf, terbayang
pula dalam ingatannya
akan wajah Yusuf. Ketika
itu keluarlah senyuman
dari kedua belah bibirnya.
Tiba tiba Yaakub berteriak
dengan sekuat suaranya:
Sungguh, aku mencium
baunya Yusuf.
Tepat di saat itu sampailah
unta yang dikenderai anak
anaknya dari Mesir, selain
membawa buah tangan,
mereka juga membawa
sehelai baju kepunyaan
Yusuf. Baju itulah rupanya
yang tercium oleh hidung
Yaakub sehingga ia
merasakan nikmat, hilang
segala kedukaannya.
Anak anaknya yang
sembilan orang itupun
segera turun dari untanya,
lalu melemparkan baju
Yusuf yang sengaja
mereka bawa itu ke
hadapan Yaakub, tepat
mengenai hidungnya.
Seketika itu juga mata
Yaakub yang selama ini
buta dan kering, kini
terbukalah serta dapat
melihat dengan
terangnya.
Di dalam keadaan yang
serba nikmat bahagia itu,
mereka ceritakan kepada
bapanya segala sesuatu
yang telah terjadi dalam
perjalanannya ke Mesir
yang ketiga kalinya ini,
dimana mereka telah
menemui pula pembesar
yang budiman itu, serta
diterangkannya pula agar
mereka sekaliannya
berangkat kembali ke
Mesir, untuk menemui
serta dapat hidup
bersama sama dengan
Yusuf.
Berkatalah Yaakub dengan
sangat girangnya: Apa apa
yang sudah terjadi,
marilah kita lupakan,
sekalipun aku tidak dapat
menghindarkan
seseorang dari seksaan
Allah, namun aku
mendoakan serta
memintakan keampunan
kepada Allah, mudah
mudahan Allah
mengampuni segala dosa
dosamu sekalian begitu
pula dosaku sendiri,
kerana Allah Pemberi
ampun dan Pengasih.
Sekarang marilah kita
berangkat bersama sama
menuju Mesir.
Setelah Yusuf melihat
bapanya datang dan
sedang dikelilingi oleh
saudara saudaranya yang
berjumlah I I orang itu,
sekalian saudara
saudaranya itu sujud
bersimpuh di hadapan
Yusuf sebagai tanda
membesarkannya, lalu
berdiri di hadapan Yusuf
dengan hormatnya.
Seketika itu juga Yusuf
menengadahkan kedua
belah tangannya ke langit,
ia bersyukur atas nikmat
dan kurnia Allah yang
dianugerahkan pada
dirinya, sambil berkata:
Tuhanku, Engkau sudah
memberi kekuasaan
padaku dan Engkau telah
mengajarkan akan takwil
mimpiku, Engkaulah yang
menciptakan semuanya
langit dan bumi.
Engkaulah Waliku di atas
dunia dan di akhirat nanti,
hendaknya Engkau
mewafatkan aku dalam
keadaan aku beragama
Islam dan masukkanlah
aku dalam golongan
orang orang yang
berbahagia.
Demikianlah riwayat
kedua orang Nabi Besar
yang mulia ini, iaitu Nabi
Yaakub dengan anaknya
(Nabi Yusuf as.), yang tak
kurang pula hebat serta
mendalam
pembawaannya,
dibandingkan dengan
riwayat Nabi Ibrahim
dengan anaknya (Nabi
Ismail). Begitu pula
riwayat para Nabi dan
Rasul lainnya. Hanya
dengan kesucian dan
keimanan mereka kepada
Allah sajalah yang dapat
membawa mereka
dengan kejayaan dalam
menghadapi perjuangan
sucinya, Dengan itu
pulalah mereka dapat
mengatasi segala
rintangan dan bahaya
yang mereka hadapi,
rintangan dan bahaya
mana jauh lebih hebat dan
sulit dari rintangan serta
bahaya yang dihadapi
oleh manusia di zaman
sekarang ini. Dengan
berpedoman kepada
perjuangan mereka itu,
insya Allah kita akan
berhasil pula mengatasi
segala kesulitan yang
terdapat sekarang ini
dalam menghadapi
penjuangan kita.