Old school Easter eggs.
Arifin Martapura

Arifin Martapura

Penting ! file-file di sini sangat sensitif, jadi bersabarlah untuk mendownload file-file di sini.
Yaakub lenyap ke dalam gelombang dan gelora sedih. Gelombang dan gelora sedih yang datang silih berganti. Segenap tulang belulang dan urat sarafnya kini penuh dengan kesedihan, sejak dari hujung rambut hingga ke hujung tumit; lobang kecil sebuah pun tak ada yang dapat ditembus angin untuk mengurangkan serta kepedihan yang menyeksa batinnya. Hanya ada dua ketika saja yang dapat dikatakan menjadi saat gembiranya dalam keadaan sekarang ini. Pertama ialah di saat ia menyembah dan bersujud kepada Allah, ia bermunajat dan berserah diri kepada Allah dalam sembahyangnya, menuang jiwanya dengan iman, sabar dan yakin. Kedua ialah di saat ia mengingatkan wajah Yusuf dan Bunyamin. Di saat mengingat dan membayangkan wajah kedua orang anaknya itu timbul ghairat hati yang gembira dalam kalbunya, seakan akan ia benar benar bertemu dengan kedua anaknya itu, sekalipun hanya sedetik, sesaat belaka yang segera diringi pula oleh air mata dan sedu tangis yang tidak ada hentinya, air mata panas yang membakar jantung, bukan air mata dingin yang dapat mengurangkan kesedihan. Akan sia sia sajakah air mata dan sedu sedanku sebanyak itu? tanya Yaakub kepada dirinya, sehabis ia mencurahkan air mata dan menangis tersedu sedu itu. Air mataku ini dijadikan Allah tentu bukan untuk disia siakan belaka, katanya pula yang diperintah oleh rasa keimanan dan kesabaran. Sungguhpun keimanan dan kesabarannya sentiasa membujuk hatinya yang duka, namun badan Yaakub bertambah kurus, matanya semakin putih, akhirnya ia tak dapat bergerak lagi kerana lemahnya, matanya sudah tidak dapat melihat lagi disebabkan terlalu banyak mengeluarkan air mata. Pada suatu pagi sehabis dia sembahyang dan berdoa ke hadhrat Tuhannya kembali badannya menjadi gementar, lalu ia menangis dan air matanya pun tercurah pula; ia mengeluh panjang: Ya Asafa ala Yusuf, katanya dengan suara yang putus, seakan akan ia melihat sendiri akan Yusuf yang berada jauh di sana. Melihat keadaan bapanya yang demikian itu, salah seorang di antaranya memanggil saudara saudaranya untuk memeriksa bagaimanakah keadaan bapanya kini dengan cara bagaimana untuk dapat membantu dan meringankan kesedihan hatinya yang tidak terhingga itu. Salah seorang di antaranya lalu berkata kepada bapanya: Hai, bapa kami. Engkau adalah Rasul yang benar, Nabi yang mulia. Wahyu Allah turun kepada engkau, ya bapa, dari engkaulah keluarnya nasihat dan petunjuk. Tetapi mengapa bapa sampai demikian rupa? Sudah cukup rasanya air mata yang bapa keluarkan, sehingga sudah kurus kering badan bapa karenanya "Demi Allah, sentiasa bapa teringat kepada Yusuf, sehingga keadaan bapa menjadi sakit atau mungkin meninggal dunia. Berkatalah Yaakub: Semua usahamu akan sia sia belaka, takkan ada yang dapat menyembuhkan penyakitku ini, sebelum aku dapat bertemu dengan Yusuf dan dapat melihat wajahnya. Sekalipun Yusuf sudah mati dimakan serigala sebagaimana ucapanmu, tetapi selama aku masih dapat menghirup udara dan masih berada di bawah lindungan langit yang biru, aku dapat merasakan suatu perasaan yang berada dalam jiwa dan lubuk jantungku, wahyu Allah telah berhembus dalam hatiku, sehingga aku masih mempunyai kepercayaan bahawa Yusuf masih menghirup udara yang kuhirup, masih bernaung di bawah langit biru yang melindungiiku ini. Hanya saja aku tidak mengetahui padang pasir manakah yang sedang dijalaninya sekarang ini, entah ke timur atau ke barat tujuan perjalanannya. Inilah yang menyebabkan kesedihan dan kepiluan hatiku. Bila kamu sekalian ingin menyembuhkan aku dari penyakitku dan menghilangkan segala kesedihan hatiku, pergilah kamu untuk menjelajahi bumi Allah yang luas ini, carilah di mana Yusuf sekarang berada, walaupun kamu sudah mengatakan bahwa dia sudah binasa. Carilah dia dengan segala kesungguhan dan kesabaranmu dan janganlah kamu sampai berputus asa, kerana tidak akan berputus asa selain mereka orang orang yang kafir. Kata kata yang keluar dari mulut bapanya yang sudah tua itu, sungguh menusuk lubuk hati mereka, dicucukkanlah tiap tiap kata yang diucapkan oleh bapanya itu dengan rahsia rahsia yang mereka simpan selama ini. Teringatlah mereka, bukankah Yusuf tidak jelas matinya, kerana mereka hanya melemparkannya hidup hidup ke dalam telaga Jub itu? Mungkin dia dapat keluar dari telaga itu dan setelah ia dapat keluan terus mengembara ke sana ke mari. Tetapi di manakah gerangan Yusuf sekarang ini? Sungguhpun tentang Yusuf masih meragukan hati mereka, tetapi mengenai Bunyamin, jelas masih ada, sedang dalam tawanan raja dan tempatnya pun sudah dikenalnya pula. Timbullah gerak dalam hati mereka untuk mencuba mendapatkan Bunyamin lebih dahulu, kemudian baru berikhtiar mencari Yusuf, sebab mereka beranggapan, dengan kembalinya Bunyamin lebih dahulu, sedikitnya dapat juga mengurangi kesedihan hati bapanya. Mereka lalu minta izin untuk berangkat kembali ke tanah Mesir, mengadap pembesarnya yang masyhur itu, dengan maksud untuk meminta saudaranya yang ditawan itu dengan permohonan setinggi tingginya, harapan yang sebesar besarnya, lebih tinggi dari langit dan lebih besar dari bumi. Setibanya di negeri Mesir, segera mereka mendapatkan pembesar (Yusuf) serta menyampaikan permohonan: Ya Tuanku Pembesar, keadaan memaksa kami untuk kembali ke mari mengadap Tuan. Kehendak kami akan menetap di sini mendatangkan sembah dan sujud kepada Tuan, Hari yang selalu berubah. Bahan bahan yang telah Tuan serahkan kepada kami semuanya telah habis, sedang keadaan di tempat kami masih tetap susah, sedang bahaya kelaparan masih tetap mengancam kami. Kami sengaja datang kembali untuk minta atas segala kemurahan hati Tuan, agar Tuan suka memberi sedekah lagi kepada kami, untuk dapat menahan hidup kami. Begitu pula bila Tuan masih menyukai dan berbuat baik terhadap kami, sudilah kiranya Tuan melepaskan saudara kami yang sedang Tuan tahan itu, agar dengan cara demikian dapatlah air mata bapa kami yang selalu bercucuran itu ditahannya, begitu pula jantung beliau dapat diringankan. Di saat itu Yusuf berpendapat, bahawa sudah datanglah waktunya kini untuk membukakan rahsianya yang selalu ditutupinya, guna memaklumkan kepada saudara saudaranya, bahawa dialah Yusuf, agar mereka itu mengakui atas kebenaran dan kesalahan kesalahan yang telah mereka lakukan. Berkatalah Yusuf kepada saudara saudaranya itu: Ingatkah kamu sekalian akan awal cerita di waktu kamu masih kecil kecil? Kamu diperkuda oleh hawa nafsu dan dengki, menurutkan pengaruh buruk dari syaitan, sehingga Yusuf kamu buang ke dalam telaga, kemudian saudaranya yang tertinggal selalu kamu goda dan kamu hinakan. Masih teringatkah kamu, ketika salah seorang di antaranya yang terkuat dengan kedua belah tangannya yang kuat itu memaksa Yusuf untuk membuka semua pakaiannya? Sedang Yusuf ketika itu menangis terisak isak minta dikasihani, tetapi tidak ada seorang pun di antaramu yang merasa kasihan kepadanya dan dengan kasar kamu lemparkan dia ke dalam telaga yang jauh terpencil di tengah tengah gurun Sahara yang panas, dan di sanalah pula kamu tinggalkan Yusuf sendirian menunggu nasib dan takdir Tuhannya. Mendengar cerita Yusuf itu, mulailah mereka tercengang cengang, kehairanan. Dari siapakah pembesar itu tahu akan riwayat itu semua? Apakah dari Bunyamin? Tetapi Bunyamin sendiri tidak turut ketika itu, tidak pula mengetahui sedikitpun tentang kejadian itu dan tak seorang manusia pun yang tahu. Setelah menyimpulkan pendapat bahawa tak seorang juga manusia yang mengetahui akan kejadian itu, mereka memerhatikan benar benar akan gerak geri orang yang berkata kata di hadapannya, diingat ingatnya akan bentuk dan keadaan diri Yusuf, akhirnya yakinlah mereka bahawa semua tanda tanda yang dapat mereka ingat, memang bersamaan dengan orang yang berada di hadapan mereka itu, lalu berkatalah mereka: Sesungguhnya engkau inilah kiranya Yusuf. Dengan segera Yusuf menjawab: Betul saya adalah Yusuf, dan ini Bunyamin adalah saudaraku sendiri. Allah telah mempertemukan kami, kerana dia adalah hamba Tuhan yang taqwa dan penyabar, sedang Allah tidak akan menyia nyiakan jasa hambaNya yang sabar itu. Mendengan kisah itu, berubahlah warna muka mereka, terkejut dan lebih terperanjat, dari mendengar petir yang dahsyat sekalipun. Mulut mereka menjadi tertutup tak dapat berkata kata, badan mereka menjadi kaku tak dapat bergerak rasanya. Kalau bumi mempunyai mulut dan mengangakan mulutnya itu, rupanya mereka rela masuk ke dalamnya, agar ditelannya habis habis di saat itu juga. Tetapi Yusuf dengan segera menyabarkan mereka, dijelaskannya bahawa mereka tidak akan menerima pembalasan apa apa, kerana mereka itu saudaranya sendiri, saudara sebapa, sekalipun dahulu mereka pernah berbuat kejahatan terhadap dirinya. Yusuf berkata kepada mereka: Aku tidak akan bertindak apa apa atas dirimu sekalian. Tuhan telah mengampuni segala dosamu. Allah Maha Pengampun dan Maha Pengasih. Kembali kita kepada Nabi Yaakub yang sedang ditimpa cubaan besar silih berganti, sebagaimana halnya yang dialami oleh Yusuf sendiri. Memang kedua orang itu adalah orang orang suci yang harus lurus dalam menerima cubaan yang bagaimanapun juga hebat dan dahsyatnya, cubaan yang tak mungkin dapat diatasi oleh sebarang manusia. Demikianlah, pada suatu pagi setelah Nabi Yaakub selesai mengerjakan sembahyang, sehabis berdoa dan mengingat akan Allah, dia kembali menangis tersedu sedu dengan sehebat hebatnya, ia seorang diri kerana tidak ada orang yang menemaninya. Tiba tiba tangisnya terhenti, dadanya berasa lapang, airmatanya tak mengalir, hatinya sangat nyaman. Dia pun hairan, dari manakah gerangan datangnya perasaan yang demikian lega dan senang itu? Ketika itu teringatlah dia akan Yusuf, terbayang pula dalam ingatannya akan wajah Yusuf. Ketika itu keluarlah senyuman dari kedua belah bibirnya. Tiba tiba Yaakub berteriak dengan sekuat suaranya: Sungguh, aku mencium baunya Yusuf. Tepat di saat itu sampailah unta yang dikenderai anak anaknya dari Mesir, selain membawa buah tangan, mereka juga membawa sehelai baju kepunyaan Yusuf. Baju itulah rupanya yang tercium oleh hidung Yaakub sehingga ia merasakan nikmat, hilang segala kedukaannya. Anak anaknya yang sembilan orang itupun segera turun dari untanya, lalu melemparkan baju Yusuf yang sengaja mereka bawa itu ke hadapan Yaakub, tepat mengenai hidungnya. Seketika itu juga mata Yaakub yang selama ini buta dan kering, kini terbukalah serta dapat melihat dengan terangnya. Di dalam keadaan yang serba nikmat bahagia itu, mereka ceritakan kepada bapanya segala sesuatu yang telah terjadi dalam perjalanannya ke Mesir yang ketiga kalinya ini, dimana mereka telah menemui pula pembesar yang budiman itu, serta diterangkannya pula agar mereka sekaliannya berangkat kembali ke Mesir, untuk menemui serta dapat hidup bersama sama dengan Yusuf. Berkatalah Yaakub dengan sangat girangnya: Apa apa yang sudah terjadi, marilah kita lupakan, sekalipun aku tidak dapat menghindarkan seseorang dari seksaan Allah, namun aku mendoakan serta memintakan keampunan kepada Allah, mudah mudahan Allah mengampuni segala dosa dosamu sekalian begitu pula dosaku sendiri, kerana Allah Pemberi ampun dan Pengasih. Sekarang marilah kita berangkat bersama sama menuju Mesir. Setelah Yusuf melihat bapanya datang dan sedang dikelilingi oleh saudara saudaranya yang berjumlah I I orang itu, sekalian saudara saudaranya itu sujud bersimpuh di hadapan Yusuf sebagai tanda membesarkannya, lalu berdiri di hadapan Yusuf dengan hormatnya. Seketika itu juga Yusuf menengadahkan kedua belah tangannya ke langit, ia bersyukur atas nikmat dan kurnia Allah yang dianugerahkan pada dirinya, sambil berkata: Tuhanku, Engkau sudah memberi kekuasaan padaku dan Engkau telah mengajarkan akan takwil mimpiku, Engkaulah yang menciptakan semuanya langit dan bumi. Engkaulah Waliku di atas dunia dan di akhirat nanti, hendaknya Engkau mewafatkan aku dalam keadaan aku beragama Islam dan masukkanlah aku dalam golongan orang orang yang berbahagia. Demikianlah riwayat kedua orang Nabi Besar yang mulia ini, iaitu Nabi Yaakub dengan anaknya (Nabi Yusuf as.), yang tak kurang pula hebat serta mendalam pembawaannya, dibandingkan dengan riwayat Nabi Ibrahim dengan anaknya (Nabi Ismail). Begitu pula riwayat para Nabi dan Rasul lainnya. Hanya dengan kesucian dan keimanan mereka kepada Allah sajalah yang dapat membawa mereka dengan kejayaan dalam menghadapi perjuangan sucinya, Dengan itu pulalah mereka dapat mengatasi segala rintangan dan bahaya yang mereka hadapi, rintangan dan bahaya mana jauh lebih hebat dan sulit dari rintangan serta bahaya yang dihadapi oleh manusia di zaman sekarang ini. Dengan berpedoman kepada perjuangan mereka itu, insya Allah kita akan berhasil pula mengatasi segala kesulitan yang terdapat sekarang ini dalam menghadapi penjuangan kita.


Halaman: 1 2 3 4 5 6 (Menu)
SHARE KE:
Twitter Google+

Sekitar 139 hari lagi kita akan memperingati; Hari Raya Idul Adha - 1435 H ^_^

ATAU TEMUKAN ARIF DI:
Facebook Twitter Google+
© 2011-06-19 / 2024-05-19 / 1 / 1 / 2608
www.arifmtp.wapsite.me
Didukung: xtgem.com / syntax / template / graham