Penghidupan tenang di
rumah pembesar itu,
Yusuf telah dapat
melupakan akibat susah
hati selama dalam telaga,
ataupun kesedihan
bercerai dengan bapanya
yang disayangi. Dia
semakin besar dan
usianya remaja dengan
tampan mukanya yang
manis, sifat perangainya
yang baik, hidup yang
teratur. Ditambah pula
dengan hiasan yang
dipakaikan kepadanya
semakin menarik dan
kacaknya. Kerana
kekacakan wajahnya inilah
menyebabkan dia kembali
merasakan cubaan yang
jauh lebih hebat dari yang
sudah sudah.
Setelah Yusuf melewati
zaman anak anak dan
memasuki usia remaja,
dengan kekacakan
rupanya itu telah
menyebabkan timbulnya
rasa yang tidak dapat
dihalang halang dalam
kalbu isteri pembesar
yang memelihara Yusuf.
Menjadi impian baginya
segala gerak geri Yusuf,
cara datang dan perginya,
cara berdiri dan
duduknya, apalagi
caranya berkata kata,
ditambah dengan halus
budi dan akhlaknya.
Bahkan menarik hati cara
tidur dan jaganya, gerak
gerinya di waktu makan
dan di waktu minum,
pendekata segala gerak
dan diamnya.
Kasihnya selama ini
terhadap Yusuf menjadi
semacam tumbuhnya
cinta asmara. Dan cinta itu
bila telah tumbuh, walau
macamana penghalang
pun namun dia tidak
dapat dihalangi. Berbeza
dengan tumbuh
tumbuhan bumi, makin
dihalang makin subur
tumbuhnya, makin kuat
tunasnya dan makin
dalam jalan urat dan
akarnya. Dia tahu yang dia
tidak sepatutnya menaruh
cinta terhadap Yusuf, anak
angkatnya. Apalagi dia
seorang isteri pembesar
yang paling tinggi di
negara Mesir.
Bagaimanakah cara dia
akan menyalurkan
cintanya ini? Inilah
masalah yang besar yang
dihadapinya, dan inilah
masalah yang sesulit
sulitnya yang perlu dia
pecahkan segera. Cintanya
semakin mendalam hari
demi hari. Kerana
hebatnya, kadang kadang
di suatu waktu cintanya
itu telah mendesak mahu
memecah benteng hawa
dan nafsu. Dengan
seluruh kekuatan jiwa dan
raga yang ada padanya,
dicubanya menahan cinta,
mengekang hawa. Inilah
perjuangan yang dihadapi
dalam rumah tangga dan
dalam dirinya sendiri
saban hari dan malam
dengan tidak henti
hentinya. Kerana kerasnya
mengerahkan seluruh
kekuatannya dalam
perjuangan ini, tampaklah
badannya semakin kurus
dan warnanya semakin
pucat. Tetapi terus
memeras kekuatan
jiwanya menahan
serangan cinta dan hawa
nafsu itu.
Malang baginya, dia
rupanya tidak menang
dalam perjuangan ini,
tetapi kalah dan terpaksa
menyerah kepada hawa
nafsunya. Ingat dia akan
kedudukannya, tetapi di
ketepikan saja
kedudukannya itu. Tahu
pula yang kerjanya itu
nanti akan menggegarkan
mahligai dan istana yang
dia diami itu, bahkan akan
menggoyangkan seluruh
tanahair Mesir yang
dipimpin suaminya. Tetapi
tahu tinggal tahu, dia
terpaksa menyerah kalah.
Mulai dia mengajak Yusuf
berbicara memujuk rayu.
Tetapi Yusuf seorang
yang terhormat. Akhirnya
sang isteri itu penat dan
bosan hanya dengan
pujuk rayu, dia ingin
berterus terang kepada
Yusuf. Setelah dia
memakai sebaik baik
pakaian yang ada
padanya, berwangi
wangian dengan minyak
wangi yang paling
tersohor harumnya, di
kala di rumahnya itu
hanya dia bersama Yusuf
saja, lalu ditutuplah semua
pintu dan jendela, terus
datang mendekati Yusuf
dan berkata: Marilah Yusuf
dekati saya!
Sekalipun Yusuf dalam
usia remaja, tetapi kerana
dadanya sudah dipenuhi
Tuhan dengan hikmat,
jiwanya sudah dikuasai
oleh wahyu Ilahi sebagai
seorang bakal diangkat
Tuhan menjadi Nabi,
dapatlah dia mengatasi
suasana genting dan
berbahaya itu.
Yusuf menjawab terhadap
ajakan itu: Aku berlindung
diri kepada Allah dari apa
yang engkau kehendaki
itu. Jauhkan aku akan
berbuat khianat terhadap
Tuanku yang telah
memelihara diriku ini,
tidak akan kucemarkan
beliau yang kuhormati ini.
Sungguh hebat cubaan
yang dihadapi dan perlu
diatasi Nabi Yusuf
Mendengarkan jawab
Yusuf itu dan setelah
ternyata segala daya
upayanya untuk
menyampaikan niatnya
dengan Yusuf tidak
tercapai, timbullah marah
dalam dadanya, marah
yang membakar sebagai
cintanya yang berkobar
kobar pula.
Timbul niat jahat dalam
hatinya terhadap Yusuf,
ingin membalas dendam,
sekalipun dengan cara
yang sejahat jahatnya.
Dalam berfikir fikir
tindakan apa yang harus
dilakukan Yusuf
menghadapi kejadian itu,
tiba tiba datanglah wahyu
Ilahi kepadanya, di mana
dinyatakan, bahawa Yusuf
lebih baik lari saja dari
tempat kejadian itu. Yusuf
segera menjalankan apa
yang tercatat dalam
wahyu itu. Dia lari menuju
pintu. Tetapi bajunya
dapat dipegang oleh
perempuan itu dari
belakang sampai robek!
Tepat di saat itu tuan
rumah (pembesar itu)
datang dan membuka
pintu dari luar, tampak
dengan dua mata
kepalanya sendiri apa
yang sedang terjadi dalam
rumahnya, antara Yusuf
dan isterinya. Keadaan
sungguh meragukan
terhadap sang suami,
siapakah yang menjadi
pokok pangkal segala
kejadian ini? Di situlah
keluar sifat sifat kejahatan
seorang perempuan, ada
saja akal untuk menutupi
kejahatan dirinya, untuk
menyalahkan orang yang
sebenarnya tidak bersalah.
Perempuan itu lalu berkata
kepada suaminya: Yusuf
sudah merosak
kehormatan dirimu, tidak
menjaga akan
kedudukanmu. Dia akan
mengotori aku, memaksa
mendatangi aku. Maka
apakah gerangan balasan
yang setimpal bagi orang
yang ingin mencemarkan
kehormatanmu dan
isterimu sendiri, selain
penjara dan seksaan yang
sepedih pedihnya.
Yusuf terpaksa berterus
terang menerangkan apa
yang sebenarnya sudah
terjadi dan berkata:
Bahawa dialah yang
mendatangi diriku !
Sejurus kemudian
masuklah ke situ anak
paman perempuan itu
sendiri; seorang yang
bijaksana lagi lurus, dapat
menghukum dengan adil.
Setelah dia mendengar
berbagai bagai keterangan
yang bertentangan itu, dia
lalu berkata: Bila baju
Yusuf itu koyak bahagian
muka, maka benarlah
perempuan itu dan
Yusuflah yang berbohong;
tetapi bila baju Yusuf itu
koyak bahagian
belakangnya, maka
Yusuflah yang benar,
perempuan itulah yang
bohong.
Setelah di lihat bahawa
yang koyak itu adalah
baju Yusuf bahagian
belakang, maka teranglah
sudah bahawa Yusuf tidak
bersalah, hanya
perempuan itulah yang
mendatanginya.
Pembesar itu lalu
berpaling kepada isterinya
dan berkata:
Memang ini adalah tipu
daya perempuan dan
kecemarannya, minta
ampunlah engkau atas
dosa mu itu, karena
sudah terang engkaulah
yang bersalah. Kepada
Yusuf pembesar itupun
berkata: Engkau sendiri,
hai Yusuf, hendaklah
menahan lidahmu dari
bercakap tentang kejadian
ini, jangan kejadian ini
sampai diketahui orang
banyak.
Tetapi sekalipun
bagaimana juga, kejadian
itu ditutup tutup, namun
lambat laun diketahui
orang banyak juga.
Memang sepandai pandai
orang membungkus yang
busuk, akhirnya berbau
juga. Khabar ini telah
tersiar luas di dalam kota,
setiap hari menjadi buah
bibir setiap perempuan,
bahkan telah menjadi
pembicaraan setiap raja
dan keluarga istana di
mana mana: Isteri Aziz
(Pembesar) itu terpedaya
oleh anak peliharaannya
yang berbangsa Ibrani,
jatuh cinta kepadanya
karena kacaknya anak itu,
cinta yang telah
membawa dia
mencemarkan
kehormatan istana dan
kedudukannya,
menurutkan nafsu.
Sedang anak itu bukan
main baik dan zuhudnya,
tidak tertarik kepada
kecantikan perempuan
pembesar itu karena
jiwanya yang suci, dapat
menahan nafsu
remajanya dengan
keyakinannya yang tebal.
Lama kelamaan khabar itu
makin tersebar luas juga,
malah banyak ditambahi
di sana sini dengan
berbagai bagai cerita,
sehingga banyak pula
yang sampai ke telinga
isteri pembesar itu sendiri.
Sedih dan marah dia
mendengar tambahan
tambahan yang tidak
benar itu. Tetapi apa yang
dapat dia lakukan? Semua
senjata akan berupakan
tumpul kalau berhadapan
dengan suara orang
banyak, suara perempuan
perempuan pula.
Lama dia berfikir untuk
mencari jalan yang sebaik
baiknya untuk membalas
kata kata yang tak benar
itu, tetapi jalan itu tidak
tampak sedikitpun. Dia
terus mencari dan berfikir.
Akhirnya dia mendapat
akal dan jalannya. Dia
undang semua
perempuan kota datang
ke rumahnya menghadiri
satu pesta besar yang
diadakannya berhubung
dengan hari besar.
Tempat diaturnya se
bagus bagusnya,
makanan disediakan
seenak enaknya, minum
minuman berbagai rupa,
buah buahan yang ranum
manis.
Undangan ini mendapat
sambutan yang hangat
sekali dari perempuan
perempuan yang tinggal
dalam kota, lebih-lebih
perempuan perempuan
yang menaruh perhatian
terhadap kejadian yang
sudah menjadi
percakapan orang ramai
selama ini. Selain ingin
menjadi tamu pembesar,
pula ingin mengetahui
keadaan isteri yang
tergoda dan pula untuk
mengetahui anak muda
yang bernama Yusuf itu
sendiri.
Bukan main meriahnya
pertemuan itu, perbualan
dan ketawa silih berganti.
Bermacam macam
makanan dan minuman
tidak putus putusnya
dihidangkan untuk di
santap bersama sama. Di
akhir sekali dihidangkan
pulalah buah buahan yang
manis manis rasanya.
Kepada masing masing
yang hadir itu diserahkan
se bilah pisau untuk
memotong dan
mengupas sendiri akan
buah buahan yang
disajikan itu.
Ketika masing masing
yang hadir itu asyik
mengupas buah dengan
pisau, isteri pembesar
yang menjadi tuan
rumah, memerintahkan
kepada Yusuf untuk keluar
ke tengah tengah
pertemuan perempuan itu
untuk memperkenalkan
dirinya. Yusuf keluar,
berjalan di antara barisan
barisan perempuan yang
banyak itu.
Baru saja perempuan
perempuan banyak itu
melihat wajah Yusuf yang
seperti bulan penuh,
rambutnya yang ikal licin,
alisnya seperti semut
seiring, matanya sebagai
kejora pagi, pipinya yang
seperti pauh dilayang,
bibirnya seperti jeruk se
ulas, kecantikan terletak
pada semua bahagian
badannya, terletak pada
tiap gerak gerinya, maka
kagumlah mereka
memandangnya, bahkan
lupa akan dirinya masing
masing, bercampur aduk
akal dan fikirannya.
Dengan tak sedar pisau
yang ada di tangan
mereka masing masing
itu bukan mereka
potongkan buah buahan
yang ada di tangan
mereka, tetapi mereka
potongkan ke tangan dan
jari mereka sendiri dan
tidak pula mereka
merasakan akan sakit
perihnya.
Bukanlah ini manusia, kata
mereka dengan kagum.
Tetapi adalah Malaikat
yang mulia. Melihat
kejadian itu, isteri
pembesar itupun bertepuk
tangan kegembiraan,
kerana usahanya berhasil
bagus. Lalu berkata
dengan megahnya: Inilah
dianya Yusuf yang selalu
kamu percakapkan itu,
dan selalu kamu sekalian
mencaci maki saya
dengan kata kata
berhubung kejadian
antara saya dengan dia
baru baru ini. Sekarang
kamu sekalian pun
setengah gila
memandangnya, hanya
pandangan yang sekejap
saja. Sedang saya setiap
hari dan malam
melihatnya, memandang
duduk dan berdirinya,
datang dan perginya.
Dengan pandangan yang
selintas lalu ini saja kamu
telah lupa akan dirimu
masing masing. Lihatlah
kamu sudah memotong
jari jarimu sendiri dengan
pisau. Tidakkah kamu
sekalian merasa pedih dan
perih dilukai oleh pisau itu?
Saya akui di hadapanmu
sekalian, memang sayalah
yang telah jatuh cinta
kepadanya dan
mendatanginya, tetapi dia
tetap enggan dan
berlindung diri kepada
Tuhannya, dia berpaling
dan menjauhkan diri
Dengan terus terang aku
akui di hadapanmu
sekalian, bahawa saya
memang tidak begitu kuat
untuk menahan hatiku
sendiri terhadap dirinya.
Berbagai-bagailah ucapan
hadirin perempuan itu
terhadap Nabi Yusuf
sekarang ini, Ada yang
berkata bahawa Yusuf itu
Malaikat, sudah
sepantasnya kalau isteri
pembesar itu terpedaya
olehnya. Ada pula yang
kagum melihat ketabahan
jiwa Yusuf menghadapi
isteri pembesar yang kaya
dan cantik itu, sehingga
dia tak tersesat dan tetap
enggankan dirinya,
sekalipun dia tahu yang
isteri pembesar itu selain
cantik dan kaya, besar
pula kekuasaannya. Bila
Yusuf dapat menurutkan
kehendaknya, tentu
seluruh kekayaan dan
kehebatan isi istana itu
dapat pula dikuasai Yusuf.
Kenapa dia tidak mahu
dan tetap enggankan
dirinya itu? Dan sekiranya
Yusuf menolak akan
kehendak perempuan itu,
ia dapat melakukan apa
yang dikehendakinya
terhadap Yusuf, mungkin
akan dibunuh atau
dibuang jauh. Apakah
Yusuf tidak takut kepada
semua itu?
Mendengar semua itu,
Yusuf hanya berlindung
diri kepada Allah,
bertunduk kepala berdoa
agar dia dijauhkan Tuhan
dari tipu daya perempuan:
Ya, Tuhanku ! Penjara
yang gelap lagi sempit itu
lebih baik bagiku daripada
dalam istana tetapi
menghadapi perempuan
perempuan cantik yang
selalu menggoda itu.
Mudah mudahan dalam
penjara itu nanti dapatlah
aku bertambah sabar,
dapat menghitung hitung
nikmat dan pemberian
Engkau, dapat menyelami
rahsia rahsia kebesaran
Engkau, ya Allah. Kalau
aku di sini, ya Allah, selalu
berhadapan dengan
perempuan perempuan
yang menggoda
kepadaku, aku takut dan
khuatir kalau kalau
semangatku lemah,
imanku luntur, syaitan
menang dalam
menggodaku sehingga
aku terperosok masuk ke
lembah kehinaan dengan
mereka. Ya Tuhan,
penjara lebih baik bagiku
daripada tergoda goda
seperti ini,jauhkan juga
aku dari penggodaan itu,
dan saya adalah
hambaMu yang bodoh.
Isteri dari pembesar
sendiripun kerana tidak
tahan berhadapan dengan
Yusuf, minta kepada
suaminya, supaya Yusuf
dikurung saja dalam
penjara. Permintaan ini
dikemukakan dengan
sangat tak boleh ditawar
tawar.
Untuk melepaskan
perempuan itu dari
kesengsaraan batinnya,
pula untuk mengabulkan
doa Nabi Yusuf kepada
Tuhannya, tak lama
kemudian Yusuf pun
dimasukkan ke dalam
penjara, ditutup seperti
orang-orang jahat,
sekalipun dia sendiri tidak
pernah berbuat jahat.
Dalam penjara itu dia
bekerja pula sebagaimana
orang orang penjara
lainnya. Semua
dilakukannya dengan
penuh kesabaran. Dalam
penjara itulah Yusuf
menghabiskan hari muda
remajanya yang rupawan
itu dan di dalam penjara
itu pulalah mula mula
sekali datang kepadanya
wahyu Allah yang
pertama, dengan wahyu
mana dia terangkat
menjadi Nabi dan Rasul
Allah. Penjara dan telaga
Jub yang sebelumnya
itulah rupanya menjadi
tempat latihan untuk
menerima risalahnya,
sebagaimana Gua Hira
bagi Nabi Muhammad
s.a.w., sengsara dalam
pengembaraan bagi Nabi
Ibrahim dan lain lain.