Di zaman itu sungguh
tidak ada satu bangsa di
dunia ini yang paling
banyak menerima rahmat
dan nikmat serta tuntunan
dari Allah, selain bangsa
Bani Israel itu. Bukan
hanya nikmat yang
berupakan hasil bumi dan
binatang ternakan serta
kekayaan alam saja, tetapi
pula kekuasaan,
kepintaran dan
sebagainya. Lebih lebih
lagi rahmat Tuhan yang
telah melepaskan mereka
dari beberapa seksaan
atas diri mereka, ketika
mereka berada di Mesir, di
bawah jajahan Firaun.
Mereka dilepaskan dan
dimerdekakan Tuhan dari
kehinaan dan ketakutan di
bawah pimpinan Nabi
Musa dan Harun. Mereka
disesatkan oleh Samiri,
kemudian dibetulkan Allah
dan diampuni dosa
mereka. Begitu pula
sewaktu mereka
terkepung oleh tentera
Firaun sampai terdesak ke
laut, maka dibentangkan
Allah jalan raya di atas
lautan itu, lalu Allah
menghancurkan Firaun
serta tenteranya di
hadapan mata kepala
mereka sendiri, agar
mereka dapat hidup aman
di atas bumi ini. Kepada
mereka diturunkan Tuhan
makanan dari langit, yang
berupakan Manna dan
Salwa, ketika mereka
sedang berada ditengah
tengah padang pasir di
mana tidak ada makanan
dan minuman. Kalau tidak
demikian, sudah pasti
mereka akan mati
kelaparan di tengah
padang pasir yang panas
terik itu.
Lebih besar dan hebat lagi
rahmat dan nikmat Tuhan
kepada Bani Israel, kerana
Bangsa Israellah yang
diangkat Tuhan menjadi
orang orang yang mulia,
menjadi Nabi dan Rasul
yang besar, untuk
memimpin mereka,
mengeluarkan dari
lembah kebodohan,
kesesatan dan
kesengsaraan, menjadi
bangsa yang maju dan
bangsa yang memimpin.
Berulang kali nikmat dan
rahmat itu silih berganti
diturunkan Tuhan kepada
mereka, berulang kali pula
mereka silih berganti sesat
dan menderhaka akan
ajaran Allah. Sungguhpun
begitu, Allah masih
memberikan juga
ampunan kepada mereka,
berkat doa dari para Nabi
dan Rasul mereka.
Untuk menyempurnakan
rahmat dan nikmat Tuhan
terhadap mereka, telah
disediakan Allah sebuah
negeri yang dinamakan
negeri suci, iaitu Syria
yang sekarang ini. Di
situlah mereka akan hidup
aman dan tenteram, serta
bahagia, berkuasa dan
tidak dikuasai bangsa lain.
Maka diperintahkan oleh
Tuhan, agar mereka di
bawah pimpinan Musa
segera memasuki negeri
yang sudah disediakan
Allah, untuk tempat
tinggal mereka. Ini adalah
suatu perintah Tuhan
yang wajib ditaatinya
bersama sama dengan
Nabi Musa dan Harun.
Perintah ini disampaikan
Nabi Musa kepada mereka
itu:
Masuklah kamu ke tanah
suci Syria yang telah
diwajibkan oleh Allah
atasmu. Janganlah kamu
mundur ke belakang,
kerana merasa takut untuk
melawan musuhmu yang
sedang berkuasa di negeri
itu. Jika ternyata kamu
mundur, sungguh kamu
ini adalah orang orang
yang rugi.
Tetapi kerana mereka
mengetahui bahawa di
dalam negeri itu berdiam
orang orang yang kuat
dan berani, maka untuk
menghindarkan dirinya
dari pertempuran, sebab
takut mati, perintah Allah
itu mereka tampik, serta
mereka menjawab kepada
Musa:
Hai Musa, sesungguhnya
di dalam negeri ini
berdiam beberapa orang
yang gagah berani, Kami
tidak akan berani
memasukinya, sebelum
mereka yang gagah
berani itu keluar dari sana.
Jika mereka sudah keluar
dari sana, baru kami
berani masuk ke
dalamnya.
Mendengar jawapan dan
sanggahan mereka itu,
Musa dan Harun yang
merasa takut akan
ditariknya kembali nikmat
dan rahmat yang telah
dijanjikan Tuhan itu,
berkata kepada kaum
yang sudah mulai pandai
menyanggah itu:
Masukilah olehmu negeri
itu dari pintunya. Dengan
jalan begitu, bila kamu
masuk ke dalamnya,
kamu akan dapat
mengalahkan mereka.
Hendaklah kamu
menyerahkan dirimu
kepada Allah, sekiranya
kamu benar benar orang
yang beriman!
Mereka menjawab pula:
Ya Musa, sekali kali kami
tidak akan memasuki
negeri itu, sebelum
mereka keluar. Sebab itu
hendaklah engkau saja
yang masuk lebih dahulu
ke dalam negeri itu
bersama Tuhanmu. Maka
berperanglah engkau dan
Tuhanmu dengan mereka
itu, kami duduk menanti
di sini.
Rupanya sanggahan
mereka itu sudah tidak
dapat tawar menawar
lagi, walaupun bagaimana
juga usaha Nabi Musa dan
Harun menganjurkan
mereka, agar tunduk
terhadap perintah Tuhan
untuk memasuki negeri
itu. Mereka tetap
menolaknya, bahkan
menyanggahnya dengan
kata kata kekafiran lagi.
Akhirnya harapan Musa
dan Harun mulai tipis,
kerana Musa dan Harun
tidak akan menjalankan
paksaan terhadap mereka,
hanya diserahkan kembali
urusan ini kepada Tuhan,
sambil berkata:
Ya Tuhanku,
sesungguhnya saya tidak
dapat memaksa mereka,
selain dapat memaksa diri
saya sendiri bersama diri
saudara saya Nabi Harun.
Sebab itu ceraikanlah
antara kami berdua
dengan orang orang yang
engkar dan fasik itu.
Dengan kejadian ini, maka
turunlah firman Allah
yang menghukum
mereka: Sesungguhnya
tanah suci itu diharamkan
bagi mereka untuk
memasukinya selama
empat puluh tahun,
sedang mereka akan
bergelandangan hidupnya
di bumi ini dengan
kesesatan. Sebab itu (hai
Musa) janganlah engkau
berdukacita terhadap
orang orang yang fasik
itu. Benar saja, dalam
empat puluh tahun
lamanya, mereka tidak
keruan tujuan hidupnya di
bumi ini, tidak menentu
apa yang harus mereka
perbuat, tidak menentu
pula makan dan
minumnya. Dalam masa
empat puluh tahun itu,
boleh dikatakan
kesemuanya yang
menjadi biang keladi
keingkaran dan kesesatan
ini, begitu pula pembesar
pembesar turut musnah
semuanya, kini tinggallah
anak anak dan keturunan
mereka saja. Dari
keturunan inilah kemudian
ada yang baik dan ada
pula yang sesat.
Yang baik di antaranya,
tetap mengikuti ajaran
Nabi mereka dan yang
sesat, terus menerus
terusir dari sebuah negeri
ke negeri lain. Pengusiran
ini dialami mereka
bukanlah selama empat
puluh tahun saja, tetapi
sampai dalam abad kedua
puluh ini masih juga
dialaminya.