Musa dan para
pengikutnya mengambil
tempat di salah satu
bahagian dari tanah baru
yang ditemuinya itu.
Kiranya adalah termasuk
daerah Tur Sina, di
hujung utara Laut Merah.
Untuk kaum pengikutnya
yang banyak itu, Musa
menginginkan peraturan
hidup yang tertentu, yang
harus dijalankan agar
jangan terjadi kekacauan
mengenai moral atau
kebendaan. Sebab itu
Musa memohon kepada
Tuhan, agar kepadanya
diturunkan sebuah Kitab,
dengan Kitab mana Musa
dapat memberikan
petunjuk dan pedoman
bagi pengikutnya.
Untuk mengabulkan
permohonan Nabi Musa
ini, Allah memerintahkan
kepada Musa, agar
menyucikan diri lebih
dahulu dengan cara
berpuasa tiga puluh hari
lamanya. Sehabis
menjalankan puasa itu,
Musa diperintahkan Allah
untuk datang ke Tur Sina,
di mana Musa akan
mendapat kesempatan
untuk bercakap cakap
dengan Allah, pula Tuhan
akan menganugerahkan
sebuah Kitab, di mana
terdapat banyak petunjuk
dan peraturan hidup yang
dihajatkan Musa itu. Untuk
pergi ke Tur Sina, Musa
memilih tujuh puluh
orang di antara kaumnya,
untuk lebih dahulu pergi
ke Tur Sina itu, Musa akan
berangkat ke sana,
sesudah yang tujuh puluh
orang itu berangkat.
Sesudah tiga puluh hari
lamanya berjalan,
akhirnya sampailah Musa
di Tur Sina. Tetapi
ternyata kaumnya yang
berjumlah tujuh puluh
orang itu belum juga
sampai di sana, lalu
diutusnya seorang utusan
untuk menyelidiki apakah
yang terjadi atas
kelambatan kaumnya itu,
dengan pesan agar
mereka segera datang di
Tur Sina.
Akhirnya Musa
mempunyai pendapat,
bahawa lebih baik dia
lekas sampai di Tur Sina
menemui Tuhannya,
dengan berpendapat
bahawa kedatangannya
yang lebih cepat dari
waktu yang ditetapkan itu,
lebih menyenangkan bagi
Allah. Tetapi kemudian
Tuhan memerintahkan
kepadanya, agar Musa
menunggu sampai
bilangan empat puluh hari
sejak waktu ia berangkat.
Setelah sampai pada
waktu yang ditentukan itu,
lalu Musa berangkat
seorang diri menemui
Tuhannya di Tur Sina (di
puncak gunung Sinai).
Segala urusan kaumnya
yang ditinggalkan itu, oleh
Musa diserahkan kepada
Nabi Harun sebagai wakil
atau wazirnya, iaitu untuk
mengatur dan mengamati
mereka, sampai
kembalinya Musa yang
akan membawa amanat
Tuhan Yang Maha Tinggi.
Di puncak gunung Sinai,
Musa telah bercakap cakap
dengan Tuhannya, suatu
kejadian yang belum
pernah dialami oleh
seorang manusia, selain
oleh Nabi Musa sendiri.
Dalam percakapan itu
Allah menjelaskan hakikat
ilmu agama kepada Musa,
begitu pula mengenai
pedoman dan petunjuk,
aturan dan hukum yang
tidak boleh dilanggar.
Sehabis percakapan itu,
Musa memohon pula
kepada Tuhan agar
kepadanya diberikan
kesempatan untuk dapat
melihat sendiri akan rupa
Allah, kerana selain
keinginan dia sendiri, hal
yang demikian itu telah
pernah diminta oleh
kaumnya, agar mereka
diberikan kesempatan
untuk dapat melihat Allah.
Permintaannya itu
dijawab oleh Tuhan:
Engkau tidak dapat
melihatku. Tetapi
menolehlah engkau ke
gunung itu. Bila gunung
itu masih tetap di situ,
maka engkau akan dapat
melihat Aku. Baru saja
Musa menoleh ke arah
gunung yang
dimaksudkan itu, tiba tiba
gunung tersebut bergerak
gerak, lalu tenggelam
masuk ke perut bumi.
Melihat pemandangan
yang luar biasa itu,
gementarlah tubuh Musa,
ia tertunduk dan
bersimpuh sujud
menyembah Tuhannya.
Dengan rahmat Allah,
Musa dipeliharakan dari
keadaan yang luar biasa
itu, hatinya ditenangkan
kembali, lalu Musa berdiri
dan mengucapkan tasbih,
menyucikan dan
membesarkan Tuhan
Yang Maha Besar dan
Maha Tinggi.
Setelah menerima Kitab
yang berisikan segala
sesuatu yang diperlukan
oleh Bani Israel, yang
berisi pelajaran dan
ketegasan dari tiap tiap
segala sesuatu, lalu Musa
berkata: Ya Tuhan,
sungguh aku telah Engkau
beri kemuliaan yang
belum pernah Engkau
berikan kepada orang lain,
selain terhadapku.
Tuhan berfirman kepada
Musa: Hai Musa, Aku telah
memilihmu menjadi
pembawa risalahKu dan
perkataanKu untuk
manusia. Maka ambillah
apa yang telah Aku
berikan ini dan
berterimakasihlah engkau
kepadaKu !
Bani Israel telah
menunggu nunggu akan
kedatangan Musa lebih
kurang tiga puluh hari
lamanya sejak
pemergiannya. Menurut
perjanjian Musa, sesudah
tiga puluh hari itu, Musa
sudah pasti berada
kembali di tengah tengah
mereka. Akan tetapi tiga
puluh hari sudah
berlangsung, namun
Musa belum juga datang,
kerana Musa diperintahkan
Tuhan menunggu sampai
empat puluh hari, sebagai
diterangkan di atas tadi.
Kerananya, maka
timbullah berbagai
pendapat dan sangkaan di
antara Bani Israel yang
ditinggalkannya itu. Ada
yang menuduh, bahawa
Musa telah memungkiri
janjinya. Musa telah
meninggalkan mereka dan
pergi sendirian buat
selama lamanya, di
tengah malam yang
gelap, di tempat yang
tidak dikenali. Mereka
mulai mencari orang yang
akan dapat di jadikan
pemimpin mereka yang
baru, yang akan
menunjuki agar hidup
mereka jangan tersesat.
Ketika itu, melihat keadaan
Bani Israel yang demikian
rupa, timbullah kemahuan
buruk dalam jiwa seorang
pengikut, yang bernama
Samiri. Kesempatan itu
dipergunakan untuk
menyesatkan Bani Israel
yang sedang dalam
kegelisahan itu. Berkatalah
dia kepada mereka:
Musa tidak akan kembali
lagi kepada kita, dia sudah
pergi untuk kepentingan
dirinya sendiri, dia telah
melanggar janjinya
kepada kita, lebih baik
kamu mencari Tuhanmu
sendiri.
Kebodohan dan kesesatan
Bani lsrael itu,
dipergunakan olah Samiri
untuk menyesatkan dan
lebih memperbodohkan
mereka lagi. Samiri
menyalakan api,
membentuk sebuah
patung merupakan anak
sapi jantan, tetapi dapat
bersuara kerana sihirnya.
Patung yang dibuat Samiri
ini dengan segera menjadi
fitnah besar di kalangan
mereka. Patung itu
disembah mereka, dan
itulah tuhan, kata mereka
atas anjuran dari Samiri
pula. Harun berusaha
keras untuk
mengembalikan mereka
dari kesesatan yang nyata
itu dengan bersusah
payah, serta bersedih hati
dan cemas. Berkata Harun
kepada mereka: Hai
kaumku, engkau telah
difitnah dengan adanya
patung itu. Tuhanmu
yang sebenarnya adalah
al-Rahman, ikutlah akan
kataku dan taatilah
perintahku.
Kata kata Harun ini mereka
jawab: Kami tidak akan
berhenti menyembahnya,
sampai datangnya Musa
kembali kepada kami.
Harun berusaha keras
menenangkan suasana
yang mulai kacau, lebih
lebih lagi terhadap orang
yang belum tersesat,
yang masih tetap
berpegang kepada ajaran
yang benar, agar mereka
jangan tersesat pula.
Harun mulai khuatir, kalau
kalau timbul kekacauan
dan pertempuran antara
yang tersesat dengan
yang taat.
Kepada Musa yang masih
bertekun di hadapan
Tuhannya, segera
diwahyukan Tuhan
kepadanya, tentang
keadaan yang telah terjadi
di kalangan kaum yang
ditinggalkannya itu.
Diberitahukan pula oleh
Tuhan, bahawa kaumnya
yang ditinggalkannya
hanya selama empat
puluh hari itu, sudah
dapat disesatkan olah
seorang yang bernama
Samiri.
Sesudah selesai
pertekunan Musa di
hadapan Tuhannya, dia
segera kembali
mendapatkan kaumnya,
Mereka yang tersesat itu,
didapati Musa. sedang
menari nari di keliling
patung yang mereka
sembah itu, dengan
suaranya yang hiruk
pikuk, tanda bergembira
mempunyai tuhan yang
baru.
Hati Musa mulai marah,
mukanya merah padam,
terus menuju menemui
Harun. Dipegangnya
kepala dan janggut Harun,
lalu ditariknya kepadanya
dan berkata: Kenapa
engkau biarkan saja
mereka sesat begini rupa,
mengapa tidak engkau
jalankan apa yang sudah
kuperintahkan, tidak
engkau padamkan api
yang sedang menyala
yang menimbulkan
kejahatan dan kekafiran
itu? Dengan mengeluh
dan penyesalannya,
Harun berusaha
menenangkan hati Musa,
agar kembali lunak serta
menaruh kasihan
terhadapnya dengan
berkata:
Hai anak ibuku sendiri,
janganlah engkau menarik
kepala dan janggutku
dahulu, mereka begitu
banyak sedangkan aku
seorang diri; hampir saja
aku dibunuh olah mereka.
Janganlah engkau
bertindak terhadapku
sebagai tindakanmu
terhadap kaum yang sesat
itu. Saya takut mengambil
tindakan kekerasan
terhadap mereka, kalau
mereka sudah tidak
menghiraukan kata kataku
lagi dan pula saya takut
kalau kalau akan
menimbulkan perpecahan
yang sangat buruk.
Mendengar itu,
kemarahan Musa mulai
berkurang, mulailah ia
berkata kata dengan
tenang, segera
dihampirinya pengkhianat
yang telah menyebarkan
fitnah besar itu, lalu
berkata: Apakah
maksudmu dengan cara
ini, ya Samiri?
Maka menjawablah.
Samiri: Saya mendapat
akal yang tidak diperoleh
mereka. Aku ambil se
kepal tanah bekas jejak
Rasul, lalu aku tiup dengan
kepandaian sihirku, kerana
demikianlah yang
disenangi oleh nafsuku.
Kepada orang banyak
yang sesat itu, lalu Musa
berkata:
Apakah kamu menyalahi
janjimu itu?
Mereka segera menjawab:
Kami menyalahi janji itu
bukan kehendak kami
sendiri, tetapi kami
sengaja disesatkan oleh
Samiri yang telah
membuat patung
berupakan sapi kecil dan
pandai bersuara, maka
itulah kami tersesat dari
jalan yang benar.
Akhirnya mereka
menyesali akan
kesesatannya dan
meminta agar kepada
mereka itu diberikan
keampunan dengan
berkata: Kalau kiranya
Tuhan tidak mengasihi
kami dan tidak memberi
keampunan kepada kami,
sungguh kamilah orang
yang rugi.
Berkata pula Musa: Tetapi
kamu sendiri telah berbuat
kesalahan, dengan
menjadikan patung itu
sebagai tuhanmu !
Segera mereka
menjawab: Apakah daya
kami sekarang ini, wahai
Musa?
Bertaubatlah kamu kepada
Tuhanmu, jawab Musa.
Tetapi dengan cara
bagaimanakah taubat
yang dikehendaki Allah
itu? tanya mereka pula.
Musa lalu menanyakan
kepada Tuhan,
bagaimanakah caranya
mereka harus bertaubat.
Setelah didapatinya
wahyu Tuhan, lalu Musa
berkata kepada mereka:
Kamu bertaubat kepada
Tuhan, dengan cara
membunuh dirimu
sendiri, pasti Tuhan akan
memberi taubat
kepadamu, kerana Tuhan
itu adalah Pemberi taubat
lagi Pengasih.
Mereka yang telah tersesat
itupun tunduk kepada
ajaran Nabi Musa, segera
mereka bertaubat dan
membunuh dirinya
masing masing dan
Tuhan pun memberi
ampun atas pertaubatan
mereka itu. Tetapi Samiri
sendiri tidak mahu
menjalankan taubat yang
telah diperintahkan Tuhan
itu. Dia tetap hidup,
namun tak seorang juga
manusia yang
diperbolehkan bergaul
dengan dia selama
hidupnya itu. Umurnya
dipanjangkan Tuhan,
dengan maksud untuk
memberikan seksa
kepadanya di dunia ini.
Akhirnya dia tetap akan
mati, kemudian dia akan
diseksa oleh Allah pula di
akhirat dengan seksaan
yang lebih berat lagi.
Patung yang berupakan
sapi kecil itu, dibakar oleh
Musa dan dilemparkan ke
dalam laut, Dengan ini
berakhirlah kesesatan dan
kekacauan yang
ditimbulkannya itu.